Kamis, 16 Desember 2010

PERINGKAT FIFA DESEMBER 2010

FIFA/Coca-Cola World Ranking

* All
* CAF
* CONCACAF
* CONMEBOL
* OFC
* AFC
* UEFA

Print Email my friend

* Grab this widget

prev Prev. rank (Nov 2010)
Last Updated 15 Dec 2010
Next Release 12 Jan 2011
Ranking Zonal Ranking Team Pts
Dec 10 +/- Ranking
Nov 10 +/- Pts
Nov 10
26 1 Australia
29 2 Japan
40 3 Korea Republic
66 4 Iran
81 5 Saudi Arabia
87 6 China PR
93 7 Bahrain
99 8 Oman
101 9 Iraq
102 10 Kuwait
104 11 Jordan
105 12 United Arab Emirates
107 13 Syria
108 14 Korea DPR
109 15 Uzbekistan
114 16 Qatar
121 17 Thailand
126 18 Yemen
127 19 Indonesia
135 20 Turkmenistan
137 21 Vietnam
140 22 Singapore
142 23 India
144 24 Malaysia
145 25 Tajikistan
146 26 Hong Kong
149 27 Myanmar
150 28 Philippines
153 29 Chinese Taipei
154 30 Lebanon
159 31 Bangladesh
162 32 Maldives
163 33 Sri Lanka
166 34 Cambodia
169 35 Laos
171 36 Pakistan
172 37 Nepal
174 38 Kyrgyzstan
177 39 Palestine
182 40 Mongolia
188 41 Guam
193 42 Macau
195 43 Afghanistan
197 44 Brunei Darussalam
197 45 Bhutan
201 46 Timor-Leste

Rabu, 17 November 2010

Konflik Indonesia-Malaysia

Konflik merupakan sebuah kondisi dengan mendasarkan pada dimana kedua belah pihak mengalami sebuah ketegangan, dalam kasus ini terkait dengan bentuk klaim akan hak maupun kebenaran yang dirasa dimiliki oleh satu pihak. Indonesia dan Malaysia merupakan negara tetangga yang memiliki kedekatan secara geografis dan institusional dengan bersama-sama masuk dalam organisasi ASEAN. Akan tetapi, kedekatan-kedekatan yang ada saat ini bukanlah sebuah jaminan antar negara bisa dengan mudah menjalin sebuah kerjasama maupun persahabatan yang erat kaitannya dengan harga diri bangsa dan negara. Konflik Indonesia dan Malaysia kembali menjadi sorotan bagi kedua belah pihak dengan berbagai permasalahan yang sekiranya kita sendiri belum mengerti akan sampai kapan adanya.

Kondisi pemicu munculnya sebuah kisruh antar bangsa ini diantaranya adalah terkait dengan sebuah konflik kepemilikan akan sebuah asset budaya bangsa dengan munculnya iklan pariwisata Malaysia yang menggunakan lagu Rasa Sayange ini di http:­//www.­youtube.com/watch?v=_J-WPdBSS6c atau di website resmi pariwisata Ma­laysia: http:/­/www.­rasasa­yang.­com.­my­­/index.cfm. Orang Maluku maupun Indonesia bo­leh saja berbangga dengan lagu itu ka­rena meyakini, lagu itu berasal dari Ta­nah Air. Namun jika ditanyakan kepa­da warga Malaysia, mereka juga ba­kal mengatakan hal yang sama. Bahkan negeri jiran itu sudah selangkah lebih maju. Mereka tidak hanya mengklaim lagu itu, tapi juga menjadikan lagu ini sebagai jingle pariwisata mereka (www.wawasandigital.com). Klaim antar kedua negara ini berlanjut berupa kesenian Reog Ponorogo yang telah mengakar pada kebudayaan masyarakat Jawa Timur ini. Pemerintah Malaysia mengklaim bahwa kesenian Reog Ponorogo merupakan kebudayaan asli negaranya. Dalihnya adalahnya seni Barongan yaitu jenis kesenian Melayu harus dilindungi (www.indosiar.com). Permasalahan yang merebak selanjutnya hingga permasalahan Tari Pendet yang kembali dimasukan dalam iklan pariwisata Malaysia yang konon kabarnya merupakan ulah pihak swasta tanpa diketahui pemerintah Malaysia.

Permasalahan ambalat merupakan perseteruan yang selalu mengobarkan nasionalisme dalam negeri Indonesia sendiri. Ambalat sebagai kepulauan yang masuk dalam territorial negara Indonesia kembali diklaim oleh Malaysia. Menurut data Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut, dari Januari hingga April 2009 telah terjadi sembilan kali pelanggaran kedaulatan yang dilakukan militer maupun polisi Malaysia di perairan Kalimantan Timur (http//idsps.org). Menurut catatan yang lain bahwa Malaysia kerap melanggar aturan batas laut dengan Indonesia. Tercatat, sudah lebih dari sepuluh kali sejak tahun 2005 hingga saat ini, kapal milik tentara Malaysia memasuki wilayah Indonesia (www.okezone.com). Pada kondisi yang lainnya adalah permasalahan TKI yang diklaim sebagai pahlawan devisa bagi negara Indonesia ini. Akhir-akhir ini permasalahan TKI kembali mencuat di permukaan dengan berbagai kasus yang ada. Mulai dari kasus penyiksaanTKI, hingga tidak diberikannya hak para TKI.

Analisis Permasalahan:

Konflik Indonesia dengan Malaysia dapat dilakukan sebuah analisis akan esensi permasalahan diantaranya adalah:

1. Konflik klaim kedua negara yang terkait dengan identitas bangsa.
2. Asumsi adanya ketidakadilan akibat tindakan melakukan klaim dan penindasan akan identitas bangsa.
3. Prasangka yang terus berkembang sebagai efek akan rentetan dinamika persoalan akan kedua bangsa.

Beberapa asumsi permasalahan di atas dapat dijelaskan dengan beberapa pendekatan teori psikologi seperti halnya berikut:

1. Nasionalisme

Guetzkow (1957) menyatakan bahwa nasionalisme merupakan karakteristik yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat untuk menunjukkan rasa belongness-nya terhadap komunitas dimana mereka berada. Dasar dari kecintaan terhadap kelompok atau nasional diasumsikan secara luas dan diletakkan pada kebutuhan manusia:” Kelompok pada umumnya diatur untuk bertemu dengan kebutuhan manusia, struktur-struktur dan proses-proses mereka dibentuk oleh kebutuhan ini” (Druckman dalam Christie, Wagner dan Winter, 2001). Pada tingkat bangsa, kelompok memenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomi, sosial budaya dan politik, termasuk juga keamanan, loyalitas kelompok, dan martabat (Druckman dalam Christie, Wagner dan Winter, 2001).

Mengkaji dari contoh kasus yang telah dijabarkan di atas, maka konflik yang muncul antar kedua negara terkait dengan sikap nasionalisme. Sikap nasionalisme yang muncul merupakan sebagai reaksi atas bentuk klaim akan kekayaan intelektual maupun teritorial bangsa. Dinamika sikap nasionalisme ini tercermin sebagai rasa belongness terhadap negara atas hak sebagai kekayaan bangsa yang terkait dengan martabat bangsa.

1. 2. Social Identity Theory

Pihak-pihak terkait yang terlibat dalam konflik umumnya memperebutkan atau mempertentangkan sumber konflik salah satunya sumber daya. Salah satu teori yang dapat menjelaskan munculnya konflik terkait sumber daya ini berupa teori identitas sosial (Savitri, 2008). Tajfel dan Turner (1972) menjelaskan teori identitas sosial berupa individu cenderung mengembangkan diri dalam kelompok sosial dan menemukan identitas sosial yang positif. Identitas positif ditingkatkan dengan cara membandingkan kelompoknya dengan kelompok lain untuk membangun nilai positif yang membedakannya dengan kelompok lain. Perbandingan mengandung bias positif jika perbedaan yang ada lebih berpihak pada kelompok sendiri (Turner dan Reynolds dalam Rupert dan Brown, 2003).

Bahan acuan berdasarkan teori identitas sosial pada konflik klaim kebudayaan ini terkait dengan pengembangan sebuah identitas yang positif bagi suatu kelompok. Kebudayaan dan batas wilayah sebagai salah satu sumber daya yang memberikan sebuah nilai positif bagi kelompok yang memilikinya menjadi sebuah sumber konflik. Kebudayaan merupakan kekayaan sebuah bangsa, dengan melakukan sebuah perbandingan antar bangsa terkait dengan berbagai macam kebudayaan yang dimiliki maka klaim akan sebuah kebudayaan akan memberikan sebuah dampak positif bagi kelompoknya sehingga kelompok yang mampu memiliki kebudayaan tersebut dirasa lebih baik baik dari kelompok yang tidak mampu memilikinya.

1. Keadilan Prosedural

Keadilan prosedural terkait dengan berbagai proses dan perlakuan terhadap orang-orang yang terlibat dalam proses itu (Faturochman, 1999). Keadilan prosedural memiliki tiga syarat, yaitu proses pengambilan keputusan terdiri dari beberapa orang dengan adanya terjadi tukar informasi agar lebih akurat, menghindari sebuah dominasi, dan kesempatan mendapatkan masukan yang sama (Minton dkk dalam Faturochman, 1999).

Konflik klaim kebudayaan dan territorial dirasa adanya perlakuan ketidakadilan prosedural dari salah satu negara. Klaim bentuk kesenian oleh negara lain memunculkan pandangan bahwa adanya pengambilan kebudayaan tanpa adanya sebuah koordinasi antar sebuah negara maupun adanya pandangan dominasi yang dilakukan oleh Malaysia terhadap kebudayaan yang dirasa dimiliki oleh bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia merasa bahwa klaim Malaysia tidak menguntungkan bagi pihak bangsa Indonesia.

1. Prasangka sosial

Prasangka sosial merupakan sebuah sikap perasaan negatif yang ditujukan pada sebuah kelompok tertentu (Gerungan, 2004). Prasangka ini merupakan sebuah evaluasi yang negatif terhadap outgroup (Walgito, 2003). Blauner (1972) menerangkan bahwa konflik antar kelompok akan memunculkan sebuah perbedaan yang akan mendorong pada permusuhan antar kelompok (Dovidio, Kawakami, Beach dalam Rupert dan Brown, 2003). Kontak yang terjadi antar kelompok dapat mengarahkan pada sebuah prasangka, dimana adanya kesepakatan dalam kelompok lain diluar kelompoknya merupakan target dari prasangka itu (Dovidio, Kawakami, Beach dalam Rupert dan Brown, 2003).

Bentuk prasangka muncul sebagai efek dari perseteruan klaim kebudayaan, territorial dan permasalahan akan penyiksaan TKI yang telah terkondisikan secara berulang-ulang. Konflik akan kesemuanya antar bangsa ini akan mendorong sebuah permusuhan di dalamnya. Munculnya perasaan negatif terhadap kelompok lain di luar kelompoknya sebagai bentuk prasangka karena konflik yang terbentuk, terlihat dari mulai munculnya sebuah atribut negatif bagi kedua kelompok bangsa berupa atribut indon dan malingsia.

Resolusi Konflik:

Bentuk resolusi konflik yang memungkinkan untuk dapat mereduksi konflik antar kedua negara terkait dengan klaim kebudayaan ini dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan diantaranya adalah:

1. Mengurangi prasangka, yang diasumsikan bahwa prasangka sebagai salah satu pemicu menjadikan sebuah konflik bisa menjadi lebih kompleks atau malah menjadi lebih lebar. Proses mengurangi prasangka dalam hal ini dapat melalui media sebagai sarana informasi bagi kedua bangsa. Media sebagai alat diharapkan mampu memberikan berita yang lebih proporsional dan tidak terlalu berlebihan dalam pemberitaan.
2. Negosiasi, sebagai salah satu jalan diplomasi antar kedua negara dapat dilakukan dengan prosedur yang dilandasi dengan keadilan, kejujuran dan saling menghormati. Pelaksanaan negosiasi dalam hal ini disertai dengan upaya mencari solusi dan hasil yang terbaik dengan melakukan pembuktian-pembuktian terhadap klaim kebudayaan yang dilakukan.

RI-MALAYSIA

Hubungan bilateral Indonesia-Malaysia terganggu akhir-akhir ini. Penyebabnya beragam mulai soal perbatasan, pengakuan budaya bangsa Indonesia oleh Malaysia serta perlakuan kasar terhadap Tenaga Kerja Indonesia.

Terkait dengan perbatasan, pemerintah Malaysia secara sepihak mengakui blok Ambalat yang ada di Laut Sulawesi sebagai wilayahnya. Jauh sebelumnya kasus Sipandan-Ligitan yang menyebabkan retaknya hubungan diplomatik kedua negara. Konflik ini menyebabkan Indonesia harus kehilangan Pulau Sipadan-Ligitan. Yang teranyar pengakuan Malaysia atas beberapa budaya Indonesia. Sebut saja reog asal Jawa Timur dan tari pendet asal Bali. Sejarahnya, memang hubungan kedua negara tak pernah mulus.

Dimasa pemerintahan Soekarno, Presiden RI Pertama, hubungan kedua negara ini pernah terguncang, bahkan mencapai klimaks. Ketika itu Presiden RI Soekarno memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia.

Soekarno saat itu menilai Malaysia sebagai antek kolonialisme, yang mendukung penjajahan di atas muka bumi. Politik luar negeri Indonesia saat itu memang lebih cenderung pro-Timur. Ketika itu Soekarno membenci segala hal yang berbau Barat. Karena kolonialisme adalah produk Barat, maka Indonesia pun menunjukkan ketidaksukaannya ketika Malaysia memilih bergabung dengan Inggris. Sampai saat ini pun, Malaysia, di samping Inggris, Singapura, dan sejumlah negara lainnya, merupakan anggota negara-negara persemakmuran Inggris.

Parahnya, hubungan Indonesia-Malaysia pada tahun 1960-an itu bisa dilihat dari sejumlah slogan politik yang marak saat itu. “Ganyang Malaysia” menjadi suatu kalimat yang populer pada masa itu. Namun, dimasa Soeharto hubungan antara Indonesia-Malaysia menjadi pulih kembali.

Agaknya, sikap klaim sepihak Malaysia terhadap wilayah RI akan mungkin terjadi kembali. Beberapa tokoh politik di Indonesia menilai perilaku Malaysia belakangan ini cenderung melecehkan Indonesia. Sebut saja kasus yang dialami para Tenaga Kerja Indonesia atau TKI. Banyak kasus menyebutkan para TKI mengalami perlakuan yang sangat tidak manusiawi di negeri jiran itu.

Upaya diplomasi harus dinomorsatukan dalam menyelesaikan kemelut yang kini tengah mengganjal hubungan bilateral Indonesia-Malaysia. Deplu dalam hal ini harus berperan aktif melakukan tekanan-tekanan diplomasi kepada Malaysia. Apa gunanya Deplu dan para diplomatnya bila tidak mampu melakukan preassure terhadap Malaysia. Apakah harus menunggu pecahnya perang dengan Malaysia?

Minggu, 14 November 2010

Konflik Israel dan Palestina

Konflik Israel-Palestina, bagian dari konflik Arab-Israel yang lebih luas, adalah konflik yang berlanjut antara bangsa Israel dan bangsa Palestina.

Konflik Israel-Palestina ini bukanlah sebuah konflik dua sisi yang sederhana, seolah-olah seluruh bangsa Israel (atau bahkan seluruh orang Yahudi yang berkebangsaan Israel) memiliki satu pandangan yang sama, sementara seluruh bangsa Palestina memiliki pandangan yang sebaliknya. Di kedua komunitas terdapat orang-orang dan kelompok-kelompok yang menganjurkan penyingkiran teritorial total dari komunitas yang lainnya, sebagian menganjurkan solusi dua negara, dan sebagian lagi menganjurkan solusi dua bangsa dengan satu negara sekular yang mencakup wilayah Israel masa kini, Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur.
Sejarah
[sunting]
Akhir abad ke-19 - 1920: Asal konflik
Tahun 1897, Kongres Zionis Pertama diselenggarakan.
Deklarasi Balfour 1917

2 November 1917. Inggris mencanangkan Deklarasi Balfour, yang dipandang pihak Yahudi dan Arab sebagai janji untuk mendirikan ”tanah air” bagi kaum Yahudi di Palestina.
[sunting]
1920-1948: Mandat Britania atas Palestina

David Ben-Gurion memproklamasikan kemerdekaan Israel dari Britania Raya pada 14 Mei 1948 di bawah potret Theodor Herzl
Teks 1922: Mandat Palestina Liga Bangsa-bangsa
Mandat Britania atas Palestina
Revolusi Arab 1936-1939.

Revolusi Arab dipimpin Amin Al-Husseini. Tak kurang dari 5.000 warga Arab terbunuh. Sebagian besar oleh Inggris. Ratusan orang Yahudi juga tewas. Husseini terbang ke Irak, kemudian ke wilayah Jerman, yang ketika itu dalam pemerintahan Nazi.
Rencana Pembagian Wilayah oleh PBB 1947
Deklarasi Pembentukan Negara Israel, 14 Mei 1948.

Secara sepihak Israel mengumumkan diri sebagai negara Yahudi. Inggris hengkang dari Palestina. Mesir, Suriah, Irak, Libanon, Yordania, dan Arab Saudi menabuh genderang perang melawan Israel.
[sunting]
1948-1967
Perang Arab-Israel 1948
Persetujuan Gencatan Senjata 1949

3 April 1949. Israel dan Arab bersepakat melakukan gencatan senjata. Israel mendapat kelebihan wilayah 50 persen lebih banyak dari yang diputuskan dalam Rencana Pemisahan PBB.
Exodus bangsa Palestina
Perang Suez 1956
Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) resmi berdiri pada Mei 1964. Tujuannya menghancurkan Israel.
Perang Enam Hari 1967
Resolusi Khartoum
Pendudukan Jalur Gaza oleh Mesir
Pendudukan Tepi Barat dan Yerusalem Timur oleh Yordan
[sunting]
1967-1993
Perjanjian Nasional Palestina dibuat pada 1968, Palestina secara resmi menuntut pembekuan Israel.
1970 War of Attrition
Perang Yom Kippur 1973
Kesepakatan Damai Mesir-Israel di Camp David 1978
Perang Lebanon 1982
Intifada pertama (1987 - 1991)
Perang Teluk 1990/1
[sunting]
1993-2000: Proses perdamaian Oslo

Yitzhak Rabin dan Yasser Arafat berjabat tangan ,dipantau oleh Bill Clinton, pada penandatanganan Persetujuan Oslo pada 13 September 1993
Kesepakatan Damai Oslo antara Palestina dan Israel 1993

13 September 1993. Israel dan PLO bersepakat untuk saling mengakui kedaulatan masing-masing. Pada Agustus 1993, Arafat duduk semeja dengan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin. Hasilnya adalah Kesepakatan Oslo. Rabin bersedia menarik pasukannya dari Tepi Barat dan Jalur Gaza serta memberi Arafat kesempatan menjalankan sebuah lembaga semiotonom yang bisa "memerintah" di kedua wilayah itu. Arafat "mengakui hak Negara Israel untuk eksis secara aman dan damai".
28 September 1995. Implementasi Perjanjian Oslo. Otoritas Palestina segera berdiri.
Kerusuhan terowongan Al-Aqsa

September 1996. Kerusuhan terowongan Al-Aqsa. Israel sengaja membuka terowongan menuju Masjidil Aqsa untuk memikat para turis, yang justru membahayakan fondasi masjid bersejarah itu. Pertempuran berlangsung beberapa hari dan menelan korban jiwa.
18 Januari 1997 Israel bersedia menarik pasukannya dari Hebron, Tepi Barat.
Perjanjian Wye River Oktober 1998 berisi penarikan Israel dan dilepaskannya tahanan politik dan kesediaan Palestina untuk menerapkan butir-butir perjanjian Oslo, termasuk soal penjualan senjata ilegal.
19 Mei 1999, Pemimpin partai Buruh Ehud Barak terpilih sebagai perdana menteri. Ia berjanji mempercepat proses perdamaian.
[sunting]
2000-sekarang: Intifada al-Aqsa

Peta wilayah Tembok Pemisah Israel.
Intifada al-Aqsa (2000-sekarang)

Maret 2000, Kunjungan pemimpin oposisi Israel Ariel Sharon ke Masjidil Aqsa memicu kerusuhan. Masjidil Aqsa dianggap sebagai salah satu tempat suci umat Islam. Intifadah gelombang kedua pun dimulai.
KTT Camp David 2000 antara Palestina dan Israel
Maret-April 2002 Israel membangun Tembok Pertahanan di Tepi Barat dan diiringi rangkaian serangan bunuh diri Palestina.
Juli 2004 Mahkamah Internasional menetapkan pembangunan batas pertahanan menyalahi hukum internasional dan Israel harus merobohkannya.
9 Januari 2005 Mahmud Abbas, dari Fatah, terpilih sebagai Presiden Otoritas Palestina. Ia menggantikan Yasser Arafat yang wafat pada 11 November 2004
Peta menuju perdamaian
Juni 2005 Mahmud Abbas dan Ariel Sharon bertemu di Yerusalem. Abbas mengulur jadwal pemilu karena khawatir Hamas akan menang.
Agustus 2005 Israel hengkang dari permukiman Gaza dan empat wilayah permukiman di Tepi Barat.
Januari 2006 Hamas memenangkan kursi Dewan Legislatif, menyudahi dominasi Fatah selama 40 tahun.
Januari-Juli 2008 Ketegangan meningkat di Gaza. Israel memutus suplai listrik dan gas. Dunia menuding Hamas tak berhasil mengendalikan tindak kekerasan. PM Palestina Ismail Haniyeh berkeras pihaknya tak akan tunduk.
November 2008 Hamas batal ikut serta dalam pertemuan unifikasi Palestina yang diadakan di Kairo, Mesir. Serangan roket kecil berjatuhan di wilayah Israel.
Serangan Israel ke Gaza dimulai 26 Desember 2008. Israel melancarkan Operasi Oferet Yetsuka, yang dilanjutkan dengan serangan udara ke pusat-pusat operasi Hamas. Korban dari warga sipil berjatuhan. [1]
Mei 2010 Israel mem-blokede seluruh jalur bantuan menuju palestina
30 Mei 2010 Tentara Israel Menembaki kapal bantuan Mavi Marmara yang membawa ratusan Relawan dan belasan ton bantuan untuk palestina
Situasi saat

Sejak Persetujuan Oslo, Pemerintah Israel dan Otoritas Nasional Palestina secara resmi telah bertekad untuk akhirnya tiba pada solusi dua negara. Masalah-masalah utama yang tidak terpecahkan di antara kedua pemerintah ini adalah:
Status dan masa depan Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur yang mencakup wilayah-wilayah dari Negara Palestina yang diusulkan.
Keamanan Israel.
Keamanan Palestina.
Hakikat masa depan negara Palestina.
Nasib para pengungsi Palestina.
Kebijakan-kebijakan pemukiman pemerintah Israel, dan nasib para penduduk pemukiman itu.
Kedaulatan terhadap tempat-tempat suci di Yerusalem, termasuk Bukit Bait Suci dan kompleks Tembok (Ratapan) Barat.

Masalah pengungsi muncul sebagai akibat dari perang Arab-Israel 1948. Masalah Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur muncul sebagai akibat dari Perang Enam Hari pada 1967.

Selama ini telah terjadi konflik yang penuh kekerasan, dengan berbagai tingkat intensitasnya dan konflik gagasan, tujuan, dan prinsip-prinsip yang berada di balik semuanya. Pada kedua belah pihak, pada berbagai kesempatan, telah muncul kelompok-kelompok yang berbeda pendapat dalam berbagai tingkatannya tentang penganjuran atau penggunaan taktik-taktik kekerasan, anti kekerasan yang aktif, dll. Ada pula orang-orang yang bersimpati dengan tujuan-tujuan dari pihak yang satu atau yang lainnya, walaupun itu tidak berarti mereka merangkul taktik-taktik yang telah digunakan demi tujuan-tujuan itu. Lebih jauh, ada pula orang-orang yang merangkul sekurang-kurangnya sebagian dari tujuan-tujuan dari kedua belah pihak. Dan menyebutkan "kedua belah" pihak itu sendiri adalah suatu penyederhanaan: Al-Fatah dan Hamas saling berbeda pendapat tentang tujuan-tujuan bagi bangsa Palestina. Hal yang sama dapat digunakan tentang berbagai partai politik Israel, meskipun misalnya pembicaraannya dibatasi pada partai-partai Yahudi Israel.

Mengingat pembatasan-pembatasan di atas, setiap gambaran ringkas mengenai sifat konflik ini pasti akan sangat sepihak. Itu berarti, mereka yang menganjurkan perlawanan Palestina dengan kekerasan biasanya membenarkannya sebagai perlawanan yang sah terhadap pendudukan militer oleh bangsa Israel yang tidak sah atas Palestina, yang didukung oleh bantuan militer dan diplomatik oleh A.S. Banyak yang cenderung memandang perlawanan bersenjata Palestina di lingkungan Tepi Barat dan Jalur Gaza sebagai hak yang diberikan oleh persetujuan Jenewa dan Piagam PBB. Sebagian memperluas pandangan ini untuk membenarkan serangan-serangan, yang seringkali dilakukan terhadap warga sipil, di wilayah Israel itu sendiri.
Demikian pula, mereka yang bersimpati dengan aksi militer Israel dan langkah-langkah Israel lainnya dalam menghadapi bangsa Palestina cenderung memandang tindakan-tindakan ini sebagai pembelaan diri yang sah oleh bangsa Israsel dalam melawan kampanye terorisme yang dilakukan oleh kelompok-kelompok Palestina seperti Hamas, Jihad Islami, Al Fatah dan lain-lainnya, dan didukung oleh negara-negara lain di wilayah itu dan oleh kebanyakan bangsa Palestina, sekurang-kurangnya oleh warga Palestina yang bukan merupakan warga negara Israel. Banyak yang cenderung percaya bahwa Israel perlu menguasai sebagian atau seluruh wilayah ini demi keamanannya sendiri. Pandangan-pandangan yang sangat berbeda mengenai keabsahan dari tindakan-tindakan dari masing-masing pihak di dalam konflik ini telah menjadi penghalang utama bagi pemecahannya.

Sebuah poster gerakan perdamaian: Bendera Israel dan bendera Palestina dan kata-kata Salaam dalam bahasa Arab dan Shalom dalam bahasa Ibrani. Gambar-gambar serupa telah digunakan oleh sejumlah kelompok yang menganjurkan solusi dua negara dalam konflik ini.

Sebuah usul perdamaian saat ini adalah Peta menuju perdamaian yang diajukan oleh Empat Serangkai Uni Eropa, Rusia, PBB dan Amerika Serikat pada 17 September 2002. Israel juga telah menerima peta itu namun dengan 14 "reservasi". Pada saat ini Israel sedang menerapkan sebuah rencana pemisahan diri yang kontroversial yang diajukan oleh Perdana Menteri Ariel Sharon. Menurut rencana yang diajukan kepada AS, Israel menyatakan bahwa ia akan menyingkirkan seluruh "kehadiran sipil dan militer... yang permanen" di Jalur Gaza (yaitu 21 pemukiman Yahudi di sana, dan 4 pemumikan di Tepi Barat), namun akan "mengawasi dan mengawal kantong-kantong eksternal di darat, akan mempertahankan kontrol eksklusif di wilayah udara Gaza, dan akan terus melakukan kegiatan militer di wilayah laut dari Jalur Gaza." Pemerintah Israel berpendapat bahwa "akibatnya, tidak akan ada dasar untuk mengklaim bahwa Jalur Gaza adalah wilayah pendudukan," sementara yang lainnya berpendapat bahwa, apabila pemisahan diri itu terjadi, akibat satu-satunya ialah bahwa Israel "akan diizinkan untuk menyelesaikan tembok [artinya, Penghalang Tepi Barat Israel] dan mempertahankan situasi di Tepi Barat seperti adanya sekarang ini" [1] [2].

Dengan rencana pemisahan diri sepihak, pemerintah Israel menyatakan bahwa rencananya adalah mengizinkan bangsa Palestina untuk membangun sebuah tanah air dengan campur tangan Israel yang minimal, sementara menarik Israel dari situasi yang diyakininya terlalu mahal dan secara strategis tidak layak dipertahankan dalam jangka panjang. Banyak orang Israel, termasuk sejumlah besar anggota partai Likud -- hingga beberapa minggu sebelum 2005 berakhir merupakan partai Sharon -- kuatir bahwa kurangnya kehadiran militer di Jalur Gaza akan mengakibatkan meningkatnya kegiatan penembakan roket ke kota-kota Israel di sekitar Gaza. Secara khusus muncul keprihatinan terhadap kelompok-kelompok militan Palestina seperti Hamas, Jihad Islami atau Front Rakyat Pembebasan Palestina akan muncul dari kevakuman kekuasaan apabila Israel memisahkan diri dari Gaza.

KONFLIK AMBALAT HANYA MENGUNTUNGKAN PENJAJAH

Dalam sepekan ini, selain isu BBM yang masih hangat, yang tidak kalah hangatnya adalah isu Ambalat. Isu ini berkembang setelah pemerintah Malaysia mengklaim kawasan perairan Ambalat sebagai wilayahnya. Klaim ini muncul setelah Malaysia memenangkan putusan Mahkamah Internasional atas sengketa pulau Sipadan dan Ligitan pada tahun 2002. Secara sepihak, Malaysia telah mengklaim wilayah perairan sepanjang 70 mil dari garis pantai Sipadan dan Ligitan sebagai wilayah perairannya. Sementara Indonesia menganggap, kewenangan Malaysia itu hanya 12 mil dari garis pantai kedua pulau tersebut. Padahal secara historis, baik Sipadan, Ligitan, maupun Ambalat sebenarnya merupakan wilayah Kesultanan Bulungan, yang kini menjadi salah satu kabupaten di Kaltim.

Sejak tahun 1979, Malaysia telah mengklaim Blok Ambalat yang terletak di perairan Laut Sulawesi di sebelah timur Pulau Kalimantan itu sebagai miliknya, lalu memasukkannya ke dalam peta wilayah negaranya. Dengan klaim tersebut, melalui Petronas, Malaysia kemudian memberikan konsesi minyak (production sharing contracts) di Blok Ambalat kepada Shell, perusahaan minyak Inggris-Belanda.

Sebelumnya, kegiatan penambangan migas di lokasi yang disengketakan itu dibagi oleh pemerintah Indonesia menjadi Blok Ambalat dan Blok East Ambalat. Blok Ambalat dikelola kontraktor migas ENI asal Italia sejak tahun 1999, sementara Blok East Ambalat dikelola Unocal Indonesia Ventures Ltd. asal Amerika sejak Desember 2004. Pemerintah Malaysia menyebut Blok Ambalat sebagai ND 6 atau Blok Y, sedangkan blok East Ambalat sebagai ND 7 atau Blok Z.

Pemberian konsesi minyak di perairan tersebut memang lebih dulu dilakukan Indonesia kepada berbagai perusahaan minyak dunia, termasuk Shell, sejak tahun 1960-an; antara lain kepada Total Indonesie untuk Blok Bunyu sejak 1967 yang dilanjutkan dengan konsesi kepada Hadson Bunyu BV pada 1985. Konsesi lainnya diberikan kepada Beyond Petroleum (BP) untuk Blok North East Kalimantan Offshore dan ENI Bukat Ltd. Italia untuk Blok Bukat pada 1988.

Menurut data Ditjen Migas Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, kawasan ini memang mempunyai kandungan minyak yang kaya. Di wilayah perairan timur Kalimantan itu, kandungan minyaknya diperkirakan mencapai 700 juta hingga satu miliar barel, sementara kandungan gasnya diperkirakan lebih dari 40 triliun kaki kubik (TCF).

Mendudukkan Persoalan Ambalat

Harus didudukkan bahwa Malaysia dan Indonesia adalah sama-sama negeri Islam, karena mayoritas penduduknya adalah Muslim. Sebagai sesama negeri Muslim, kedua negeri ini sesunguhnya merupakan satu tubuh, dan penduduknya adalah bersaudara, sekalipun wilayah mereka, satu sama lain berbeda. Allah SWT berfirman: Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah(Q.s. al-Hujurat: 10)

Dari sini bisa ditarik kesimpulan, bahwa akar persoalan ini terjadi sebagai akibat dari adanya nation state (negara-bangsa), yang lahir setelah hilangnya Khilafah Islam. Dibumbui dengan doktrin Nasionalisme, maka negara-bangsa tersebut telah berhasil digunakan oleh kaum penjajah untuk mengerat negeri kaum Muslim sehingga menjadi negara-negara kecil dan lemah, di antaranya seperti Malaysia dan Indonesia. Setelah itu, persatuan dan kesatuan mereka terkoyak-koyak. Akhirnya, mereka pun menjadi lemah untuk selama-lamanya, sehingga negara-negara penjajah Kafir dengan mudah menguasai mereka.

Selain itu, perairan di Laut Sulawesi itu jelas merupakan hak milik umum. Sebagai hak milik umum, tentu siapa yang terlebih dahulu menguasainya, maka dialah yang lebih berhak.

Dilihat dari sejarahnya, Ambalat dahulu jelas merupakan wilayah kesultanan Bulungan, yang kini menjadi salah satu kabupaten di Kaltim, serta kedekatan jarak perairan tersebut dengan Indonesia dibanding dengan Malaysia, maka dalam konteks penguasaan hak milik umum, tentu Indonesialah yang lebih berhak ketimbang Malaysia. Rasulullah saw. bersabda: Mina adalah hak bagi siapa saja yang terlebih dahulu sampai di sana. (H.r. Hakim, Ibn Huzaimah, Ibn Majah, at-Tirmidzi, dan al-Baihaqi)

Artinya, pemerintah Indonesialah yang berhak mengelola kawasan tersebut. Meski begitu, pemerintah Indonesia tetap tidak boleh memberikan konsesi pengelolaannya kepada pihak swasta, baik asing maupun domestik. Karena ini jelas merupakan hak milik umum, bukan milik negara.

Karena kawasan ini bukan hak milik negara, maka negara tidak berhak memberikan konsesi apapun kepada pihak swasta. Karena itu, tindakan pemerintah Indonesia dengan memberikan konsesi kepada ENI dan Unocal, atau tindakan pemerintah Malaysia dengan memberikan konsesi kepada Shell, adalah bentuk pelanggaran terhadap hak milik umum, apapun alasannya. Apalagi jika yang mendapatkan konsesi itu adalah negara penjajah, seperti Inggris, Belanda, Italia, dan Amerika. Siapa yang Diuntungkan?

Dengan demikian, jika persoalan tersebut tidak diletakkan secara proporsional, maka tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik bersenjata antara Malaysia dengan Indonesia, sebagaimana yang dituntut oleh sebagian kalangan yang akhir-akhir ini kian nyaring terdengar di Indonesia. Masalahnya adalah, siapa yang diuntungkan jika akhirnya konflik bersenjata itu benar-benar meletus? Tentu bukan keduanya. Mengapa?

Pertama, secara ekonomi, karena perairan tersebut konsesi migasnya telah diberikan oleh pemerintah masing-masing negara kepada pihak ketiga-yaitu Inggris, Belanda, Italia, dan Amerika-maka kalau pun Malaysia menang 'perang ', maka mereka pun tidak akan mendapatkan apa-apa, selain kompensasi bagi hasil dan pajak. Begitu juga kalau Indonesia yang menang. Malaysia dan Indonesia hanya mendapatkan kepedihan, baik berupa perang sesama saudara maupun luka hingga generasi mendatang.

Kedua, secara politik, jika masing-masing pihak bersikukuh dengan klaimnya, dan tidak ada salah satu pihak yang mengalah, maka bisa jadi kawasan tersebut akan diinternasionalisasi oleh badan dunia, sebagaimana yang pernah hendak dilakukan terhadap al-Quds. Jika demikian, maka baik Indonesia maupun Malaysia akan sama-sama rugi. Lagi-lagi yang diuntungkan tentu negara-negara besar yang mempunyai pengaruh paling kuat pada badan dunia tadi, baik di Mahkamah Internasional, PBB, maupun lembaga-lembaga internasional lainnya.

Ketiga, dari aspek pertahanan dan keamanan, jika konflik bersenjata antara Indonesia dan Malaysia itu sampai pecah, pasti akan menjadi justifikasi (pengesahan) bagi pihak asing, khususnya negara-negara penjajah tadi, supaya mereka bisa melakukan intervensi (campur tangan) di kawasan tersebut. Jika ini terjadi, maka persoalannya akan menjadi semakin rumit, dan perseteruan tersebut bisa diramalkan akan berlarut-larut. Ini seperti yang dialami oleh Suriah dan Lebanon, Iran dan Irak, atau India dan Pakistan. Padahal, Allah SWT telah melarang kaum Muslim memberikan jalan bagi kaum kafir untuk menguasai mereka, sebagaimana firman-Nya: Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai kaum Mukmin. (QS an-Nisa' [4]: 141). Jalan Keluar Bagi Krisis Ambalat

Dengan duduk perkara dan logika di atas, maka krisis Ambalat itu seharusnya diselesaikan dengan cara damai (diplomasi), bukan melalui konfrontasi (konflik bersenjata).

Pertama, secara syar'i, perseteruan akan menyebabkan terjadinya perang saudara, yang melibatkan peperangan antara sesama Muslim. Memulai peperangan antar sesama Muslim jelas diharamkan, sebagaimana sabda Rasulullah saw.: Muslim yang satu dengan Muslim yang lain itu haram (saling mengganggu) kehormatan, harta, dan darahnya. (HR at-Tirmidzi)

Karena itu, saat ada sesama Muslim yang berperang, Allah SWT memerintahkan kaum Muslim yang lain untuk menghentikannya, sebagaimana firman-Nya: Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu'min berperang, maka damaikanlah antara keduanya. (QS al-Hujurat [49]: 9).

Larangan memulai perang dan perintah menghentikan peperangan antarsesama kaum Muslim menunjukkan haramnya menumpahkan darah di antara sesama mereka. Kedua, secara ekonomi, perseteruan itu juga akan memakan biaya yang sangat mahal, sementara hasilnya belum tentu baik. Pihak Indonesia belum tentu diuntungkan, demikian juga Malaysia; baik secara ekonomis, politis, maupun pertahanan dan keamanan.

Karena itu, penyelesaian melalui jalur diplomasi (perundingan damai)-lah yang paling logis dan rasional, dengan biaya yang lebih murah. Dengan kata lain, pemerintah Indonesia harus bisa membuktikan kepada pemerintah Malaysia bahwa Indonesialah yang lebih berhak atas wilayah tersebut, baik dari aspek kesejarahan maupun dokumen hukum kelautan. Sebaliknya, Malaysia tidak mempunyai satu pun bukti yang bisa dijadikan sebagai acuan, selain klaim sepihak.

Lebih dari itu, sebagai sesama negeri Muslim, masing-masing pemerintahan kedua negara itu harus menyadari bahwa hukum sesama Muslim bermusuhan jelas diharamkan oleh Islam. Karena itu, apapun bentuknya, tindakan permusuhan tersebut harus dijauhi. Kaum Muslim ---termasuk para tokoh masyarakat, ulama' dan intelektual--- di Indonesia dan Malaysia juga harus bersama-sama mencegah terjadinya perang saudara. Sebab, yang diuntungkan dari perang tersebut bukan umat Islam di kedua negara tersebut, melainkan negara-negara penjajah Kapitalis tadi.Khatimah

Pada akhirnya, lagi-lagi persoalan ini semakin menguatkan keyakinan kita, bahwa akar masalahnya adalah karena negeri-negeri kaum Muslim yang asalnya satu, di bawah naungan bendera Lâ ilâha illâ Allâh Muhammad Rasûlullâh itu telah dicabik-cabik oleh penjajah. Inilah yang sebenarnya menjadi masalah utama yang menyebabkan munculnya masalah perbatasan (al-hudûd). Karena itu, masalah teritorial yang dipersengketakan tadi sebenarnya bukan merupakan masalah utama. Masalah utamanya adalah karena umat Islam saat ini tidak lagi hidup dalam satu negara, yaitu Khilafah Islamiyah. Sebaliknya, mereka telah dikotak-kotakkan dalam sekat nation state (negara-bangsa).

Kenyataan ini juga semakin memperteguh keyakinan kita, bahwa Khilafah Islamiyah bukan saja wajib, tetapi juga perlu untuk menjaga persatuan dan kesatuan negeri-negeri kaum Muslim. Jika tidak, umat Islam akan terus-menerus disibukkan dengan riak-riak seperti ini. Sampai kapan? Wallâhu a'lam. []

KONFLIK ISLAM MODERN DAN ISLAM TRADISIONAL DI INDONESIA

PENDAHULUAN
Pluralisme agama menghadapkan kita pada dua tantangan sekaligus, yakni teologis dan sosiologis. Secara teologis, kita dihadapkan pada tantangan iman: bagaimana mendefinisikan iman kita ditengah keragaman iman yang lainnya? Begitu pula secara sosiologis, kitapun dihadapkan pada sejumlah fakta sosial: bagaimanakah hubungan antar umat beragama, lebih khusus lagi hubungan antar iman ditengah pluralisme agama?


Fakta sosial secara jelas menyadarkan kita bahwasannya pluralisme agama belumlah berkorelasi positif dengan harmoni agama. Justru fakta berbicara sebaliknya: pluralisme agama seringkali menjadi pemicu konflik sosial dan sentimen keagamaan. Mengapa demikian? Banyak faktor yang bisa menjelaskan. Salah satunya adalah masih kuatnya “Hambatan Teologis” di kalangan umat beragama untuk menerima kehadiran pluralisme agama sebagai hukum Tuhan. Maka, alih-alih bersikap toleran, inklusif, dan pluralis, umat beragama justru semakin mengeras kearah sikap intoleran, eksklusif dan cenderung antipluralisme. Untuk itu, agenda awal kita adalah begaimana memecahkan “hambatan teologis” dikalangan umat beragama dalam menerima kehadiran pluralisme sebagai hukum Tuhan.


LATAR BELAKANG MASALAH
Muhammadiyah dan NU merupakan dua organisasi terbesar yang ada di Negeri ini. Pengaruh dari kedua organisasi ini amat terasa ditengah masyarakat, meski berbeda massanya. Dakwah bil lisan maupun bil hal yang menjadi ciri khas kedua ormas keagamaan ini sudah sejak lahirnya diketahui masyarakat, bukan saja didalam negeri, tetapi juga di luar negeri.


Sebagai organisasi terbesar di Indonesia, ternyata antara Muhammadiyah dan NU memiliki beberapa perbedaan mendasar, baik dalam teologi, visi politik maupun perbedaan yang bersifat umum, dalam hal ini perbedaan sumber daya dan infrastruktur yang kemudian berpengaruh pada jalannya kedua organisasi tersebut kurang berimbang. Perbedaan-perbedaan yang ada mengakibatkan antara Muhammadiyah dan NU memiliki jarak mencolok, menjadikan kedua organisasi ini jurang pemisahnya terlalu lebar. Akibatnya, tidak produktifnya bagi perkembangan wacana kebangsaan maupun wacana keagamaan.


POKOK MASALAH
Keberadaan Muhammadiyah dan NU (Nahdlatul Ulama) dalam sejarah Indonesia modern memang amat menarik. Sepanjang perjalanan kedua organisasi Islam terbesar ini, senantiasa diwarnai koorporasi, kompetisi, sekaligus konfrontasi. Membicarakan Muhammadiyah dan NU di Indonesia selalu melibatkan harapan dan kekhawatiran lama yang mencekam, karena wilayah pembahasan ini penuh romantisme masa lalu yang sarat emosi dan sentimen historis yang amat sensitif. Sekedar contoh, Sering dinyatakan, kelahiran NU tahun 1926 merupakan reaksi defensif atas berbagai aktivitas kelompok reformis, Muhammadiyah (dan Serekat Islam), meski bukan satu-satunya alasan.


TINJAUAN TEORITIS
Penelitian banyak mengemukakan, Muhammadiyah identik organisasi Islam yang mencontoh gerakan misi dan zending barat. Berhubung Muhammadiyah mencontoh gerakan misi dan Zending Barat, maka menurut para pengamat, gerakan-gerakan yang dilakukan merupakan gerakan yang bercorak Barat, seperti mendirikan sekolah, panti asuhan dan rumah sakit (James Peacock, 1981; Mitsuo Nakamura, 1980; Lance Castles, 1982; Alfian, 1984; Mulkhan, 2000; Asy,arie, 1998; Bruinessen, 1994; Hikam, 1999; Pendekatan Hegelian: (1). Lebih menekankan fungsi komplementatif daripada fungsi suplementatif, (2). Menekankan pentingnya kelas menengah.; Pendekatan Alexis de Tocqueville: Menekankan fungsi civil society sebagai counter balancing terhadap negara, dengan melakukan penguatan organisasi-organisasi independen di masyarakat dan pencangkokan civic culture untuk membangun budaya demokratis.


KONFLIK ISLAM MODERN DAN ISLAM TRADISIONAL DI INDONESIA
Dialektika Muhammadiyah dan NU dalam sejarah politik Islam di Indonesia, dapat dirunut, paling tidak, sejak lahir tahun 1930-an, melalui MIAI (Majelis Islam A,la Indonesia), sebuah federasi untuk membina kerja sama berbagai organisasi Islam. Kompetisi dan konstelasi kedua tradisi Islam ini, sepanjang Orde Lama dan Orde Baru, tampak dari rivalitas keduanya dalam Masyumi sepanjang tahun 1945-1952 dan di PPP sepanjang tahun 1973-1984, respon terhadap Demokrasi Terpimpin dan Nasakom, serta respons terhadap rezim Orba. Belum lagi persaingan dalam memperebutkan berbagai jabatan politik. Karena itu, dapat dimengerti bila persaingan ini pada akhirnya juga merambah bidang lain, termasuk pendekatan dalam mengembangkan civil society.


Antagonisme politik yang terjadi antara Islam modernis dengan pemerintah yang berlangsung sejak tahun 1960 (ketika Masyumi dipaksa membubarkan diri oleh Presiden Soekarno), membuat kalangan modernis mencoba mencari landasan teologis baru guna berpartisipasi dalam “develomentalisme” Orba. Tahun 1971, dalam Muktamar di Ujung Pandang, Muhammadiyah menyatakan tidak berafiliasi terhadap salah satu partai politik manapun. Hal ini hampir bersamaan dengan wacana yang dikembangkan generasi baru intelektual Islam, yang sejak dasawarsa 1970-an berusaha mengembangkan format politik baru yang lebih menekankan aspek substansial. Motivasi kalangan modernis agar bisa terakomodasi dalam proses pembangunan Orba seperti ini menyebabkan mereka mengembangkan civil society dengan pendekatan Hegelian, yang memiliki ciri (1) lebih menekankan fungsi komplementatif dan suplementatif. Dengan cirri seperti ini, sipil society berfungsi melaksanakan sebagian peran-peran negara. (2) Menekankan pentingnya kelas menengah. Tentu saja kelas menengah yang sedikit banyak bergantung kepada state. Karena sebagaimana lazimnya negara dunia ketiga yang sedang berkembang, state memegang peranan penting dalam seluruh sektor kehidupan.


Pendekatan Hegelian seperti diadopsi oleh Muhammadiyah ini, mendapat kritik tajam dari Alexis de Tocqueville. Ini disebabkan, karena dalam pemikiran Hegel, posisi negara dianggap sebagai standar terakhir. Seolah-olah, hanya pada dataran negara sajalah politik bisa berlangsung secara murni dan utuh, sehingga posisi dominan negara bermakna positif. Dengan demikian civil society akan kehilangan dimensi politik dan tergantung manipulasi dan intervensi negara. Pendekatan Tocquevellian yang diadopsi NU, menekankan fungsi civil society sebagai counter balancing terhadap negara, dengan melakukan penguatan organisasi-organisasi independen di masyarakat dan pencangkokkan civic culture untuk membangun budaya demokratis. Pendekatan Tocquevellian ini digunakan karena sepanjang dua dasawarsa awal Orba, NU tidak memperoleh tempat dalam proses-proses politik. Marginalisasi politik ini, disebabkan karena rezim Orba hanya mengakomodasi kelompok Islam yang mendukung modernisasi, dan itu didapat dari kalangan modernis yang sudah lebih dulu melakukan pembaruan pemikiran politik Islam. Selain itu, tentu saja, akibat rivalitas dengan kalangan modernis yang menjadi kelompok dominan di PPP. Dengan demikian, dapat dimengerti jika sejak muktamar 1984 di Situbondo, NU menyatakan kembali khitah 1926, dan mengundurkan diri dari politik praktis, yang secara otomatis menarik dukungan dari PPP.


Dengan motivasi seperti itu, maka sejak akhir dasawarsa 1980-an, aktivis NU banyak diarahkan pada penciptaan free public sphere, tempat dimana transaksi komunikasi bisa dilakukan warga masyarakat secara bebas dan terbuka. Upaya ini dilakukan dengan cara advokasi masyarakat kelas bawah, dan penguatan LSM. Mereka meyakini, civil society hanya bisa dibangun jika masyarakat memiliki kemandirian dalam arti seutuhnya, serta terhindar dari jaring intervensi dan kooptasi negara. Hal ini dapat dibuktikan dengan mengamati kiprah NU sejak awal dasawarsa 1990-an. Ketika kalangan Islam modernis terakomodasi dlam state (ICMI), Gus Dur mendirikan forum demokrasi, dan aktivitas NU secara umum diarahkan untuk menciptakan ruang publik diluar state dengan banyak bergerak dalam LSM-LSM dan kelompok-kelompok studi. Inilah peran Gus Dur dan NU sebagai kekuatan penyeimbang dan berhadapan vis-à-vis negara. Mereka ini pada awalnya menjadikan Islam modernis yang terakomodasi dalam state sebagai lahan kritik (Hikam:1999). Bagi mereka, modernisme tidak lagi dianggap sebagai satu-satunya sumber gagasan kemajuan dan dipuja sebagai dewa penyelamat bagi peradaban manusia. Karena modernisme itu sendiri terbukti tidak mampu memenuhi janji-janji kemajuannya. Bahkan, dalam beberapa hal, modernisme meninggalkan banyak petaka.


Kesimpulan
Konflik yang semakin mengental antara Islam modern (Muhammadiyah) dengan Islam tradisional (Nahdatul Umat) dengan puncak klimaksnya ketika K.H Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terpilih sebagai Presiden RI ke-4, maka emosi politikpun menyusup kedalam gerakan kultural kedua Ormas tersebut. Dimana sebenarnya perbedaan pemikiran kedua ormas itu tidaklah terlalu jauh, karena secara subtantif, kedua aktivis ormas terbesar itu mempunyai titik temu dalam aras mengusung wacana baru yang menyemangati transformasi, inklusivitas, dan progresivitas.


Sejarah membuktikan, perseteruan politik kerapkali meruntuhkan singgasana kultural yang mempunyai komitmen untuk membangun civil society. Hal tersebut dapat dilihat dari retaknya hubungan antara Gus Dur (tokoh NU) dan Amien Rais (Tokoh Muhammadiyah), karena keduanya sedang bertarung dalam domain politik yang implikasinya sangat besar terhadap bangunan kultural yang berkecambah dalam kedua ormas tersebut. Oleh karena itu, harapan besar berada diatas pundak aktivis muda NU dan Muhammadiyah untuk mewujudkan hubungan yang sinergis. Disinilah gerakan kultural dalam kedua ormas tersebut dipertaruhkan.

Kamis, 09 September 2010

peterpan - kau yang ku inginkan

Intro: Em D C D (4x)

Em D
Biarkan aku yang mengalah
C D
Biarkan aku yang pergi
Em D
Sikapmu semakin berubah
C D
Saat ku ada di sini

(#)
Em D
Salahkah bila ku mencoba
C D
Dekati dirimu yang kuinginkan
Em D
Salahkah bila ku mencoba
C Bm
Ungkapkan cintaku pada dirimu

Reff:
Em D
Ah ha..ha..aaa..
C D
Hanya kau yang selalu kuinginkan
Em D
Ah ha..ha..aaa..
C D
Tak ada yang lain di hatiku

Interlude: C D C D
Em D C D (4x)

Kembali ke: (#), Reff (2x)
Coda: Em D C D (4x) Em

Jumat, 27 Agustus 2010

Kubus Rubik's

Kubus Rubik's adalah sebuah teka-teki mekanik yang ditemukan pada tahun 1974 oleh pemahat dan profesor arsitektur Hungaria, Ernő Rubik. Kubus ini terbuat dari plastik dan terdiri atas 26 kubus kecil yang berputar pada poros yang terlihat. Setiap sisi dari kubus ini memiliki sembilan permukaan yang terdiri dari enam warna yang berbeda. Ketika teka-teki ini terpecahkan, setiap sisi dari kubus ini memiliki satu warna dan warna yang berbeda dengan sisi lainnya.

Kubus ini dibuat kembali dan dipasarkan di kawasan eropa pada Mei, 1980. Rubik's dianggap merupakan mainan yang laris banyak terjual di dunia, dengan sekitar 300 juta kubus Rubik's termasuk imitasinya terjual.

Rekor tercepat dalam menyelesaikan Kubus Rubik's (Rekor Indonesia) berhasil dicetak pada acara HUT MURI (Museum Rekor-Dunia Indonesia) pada tanggal 31 Januari 2007 di Hotel Grand Candi, Semarang. Catatan waktu yang dibukukan adalah 19,33 detik atas nama Abel Brata Susilo.

Rekor Dunia dalam menyelesaikan Kubus Rubik's dengan mata tertutup berhasil dicetak pada kompetisi Jakarta Open 2010 pada tanggal 31 Januari 2010 di FX Building, Jakarta. Rubik berukuran 3x3 dengan mata tertutup jumlah terbanyak yaitu 16 buah dalam waktu 57 menit diselesaikan atas nama Muhammad Iril dari Indonesia. Sebelumnya rekor dunia kategori ini dipegang Tong Jiang dari Cina dengan 15 kubus Rubik. Tidak hanya Muhammad Iril, Indonesia juga menempatkan putra bangsa di peringkat ketiga rekor dunia yaitu Wicaksono Adi dengan menyelesaikan 11 kubus Rubik tanpa melihat dalam waktu 55 menit 10 detik. Rekor Wicaksono dipecahkan saat Indonesia Open 2009. Semua rekor ini tercatat di Asosiasi Kubus Dunia (WCA).

Kubus Rubik's

Kubus Rubik's adalah sebuah teka-teki mekanik yang ditemukan pada tahun 1974 oleh pemahat dan profesor arsitektur Hungaria, Ernő Rubik. Kubus ini terbuat dari plastik dan terdiri atas 26 kubus kecil yang berputar pada poros yang terlihat. Setiap sisi dari kubus ini memiliki sembilan permukaan yang terdiri dari enam warna yang berbeda. Ketika teka-teki ini terpecahkan, setiap sisi dari kubus ini memiliki satu warna dan warna yang berbeda dengan sisi lainnya.

Kubus ini dibuat kembali dan dipasarkan di kawasan eropa pada Mei, 1980. Rubik's dianggap merupakan mainan yang laris banyak terjual di dunia, dengan sekitar 300 juta kubus Rubik's termasuk imitasinya terjual.

Rekor tercepat dalam menyelesaikan Kubus Rubik's (Rekor Indonesia) berhasil dicetak pada acara HUT MURI (Museum Rekor-Dunia Indonesia) pada tanggal 31 Januari 2007 di Hotel Grand Candi, Semarang. Catatan waktu yang dibukukan adalah 19,33 detik atas nama Abel Brata Susilo.

Rekor Dunia dalam menyelesaikan Kubus Rubik's dengan mata tertutup berhasil dicetak pada kompetisi Jakarta Open 2010 pada tanggal 31 Januari 2010 di FX Building, Jakarta. Rubik berukuran 3x3 dengan mata tertutup jumlah terbanyak yaitu 16 buah dalam waktu 57 menit diselesaikan atas nama Muhammad Iril dari Indonesia. Sebelumnya rekor dunia kategori ini dipegang Tong Jiang dari Cina dengan 15 kubus Rubik. Tidak hanya Muhammad Iril, Indonesia juga menempatkan putra bangsa di peringkat ketiga rekor dunia yaitu Wicaksono Adi dengan menyelesaikan 11 kubus Rubik tanpa melihat dalam waktu 55 menit 10 detik. Rekor Wicaksono dipecahkan saat Indonesia Open 2009. Semua rekor ini tercatat di Asosiasi Kubus Dunia (WCA).

Senin, 23 Agustus 2010

ALUMNI IXE 2009/2010 SMP N 1 CAWAS

-ABDUL
-ADITYO
-ARINA
-DESI
-DEWI
-DWI M
-DWI P
-ERFINA
-ERNA
-EVA
-HARMOKO
-IBNU M
-IBNU R
-INDAH
-JUNENDRA
-KRIDA
-LAKSMITA
-LUTFI
-M ARDYKA
-M NASHIR
-MUSTAFA
-NANY
-NIKEN
-NOVI
-NOVIA
-PEBRI
-PUSVITA
-RADIX
-RATNA
-RENI
-RETNO
-SHOFI
-SINTA
-SUHERMAN
-TARMIZI
-TRI
-TULUS
-YUNIA
-YUNUS

CHORD GITAR FIVE MINUTES - AKU AKAN PERGI

Intro : F C Dm Am 2x

F C
aku harus meninggalkanmu
F Am G
mencoba tuk hapus bayanganmu
F C
saat aku tau kau dengannya
Dm Am G
biarkan aku menjauh

F C
tak mungkin ku terus bersamamu
F Am G
bila hati kau bagi dengan dirinya
F C
biarkanlah semua berlalu
Dm Am G
kini kita tak mungkin bersama
Dm Am G
bila kau berikan luka

Chorus :
F Am
jangan kau tanyakan lagi
C G
aku akan pergi
F Am
jangan paksa aku lagi
C G
tak mungkin kembali

Intro : F C Dm Am

F C
tak mungkin ku terus bersamamu
F Am G
bila hati kau bagi dengan dirinya
F C
biarkanlah semua berlalu
Dm Am G
kini kita tak mungkin bersama
Dm Am G
bila kau berikan luka

Chorus :
F Am
jangan kau tanyakan lagi
C G
aku akan pergi
F Am
jangan paksa aku lagi
C G
tak mungkin kembali

Solo : Dm Am C G 2x

F C
aku harus meninggalkanmu
F Am G
mencoba tuk hapus bayanganmu
F C
saat aku tau kau dengannya
Dm Am G
biarkan aku menjauh

Chorus :
F Am
jangan kau tanyakan lagi
C G
aku akan pergi
F Am
jangan paksa aku lagi
C G
tak mungkin kembali

F Am C G
jangan kau tanyakan lagi

Ending :
F Am C G
F C Dm Am
F C Dm Am

Sabtu, 31 Juli 2010

10 PERTANDINGAN TERBAIK TIMNAS

Indonesia Independence Cup 2008 : Timnas Indonesia A, juara piala Inonesia Independence Cup 2008. GOAL.com/Riso
Hal-Hal Terkait

Oleh Yuslan Kisra

1. Piala Dunia 1938: Meski pada piala dunia di Prancis ini bukan diwakili timnas sepakbola Indonesia, karena masih di bawah jajahan Hindia Belanda. Tapi Indonesia tetap bangga karena para pemain NIVU (Nederlandsche Indische Voetbal Unie), tim yang berangkat dengan bendera Hindia Belanda kebanyakan adalah orang pribumi. Semakin menggembirakan karena penampilan NIVU mencatat sejarah sebagai tim sepakbola Asia pertama yang tampil di piala dunia.

2. Olimpiade 1956: Di ajang yang diselenggarakan di Melbourne Australia, timnas sepakbola Indonesia memang gagal meraih tropi juara. Tapi tim besutan pelatih Toni Pogacknik (Yugoslavia) berhasil membuat sensasi dengan menahan imbang tanpa gol raksasa sepakbola dunia saat itu, Uni Soviet.

3. Asian Games 1958: Masih dilatih Toni Pogacknik, pada ajang yang digelar di Tokyo ini timnas berhasil meraih medali perunggu. Cukup berkesan dan sulit terlupakan karena merupakan medali pertama timnas sepakbola Indonesia di ajang resmi turnamen Internasional.

4. SEA Games 1987: Bertempat di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, timnas sepakbola Indonesia untuk pertama kalinya sukses menjadi juara SEA Games. Adalah Ribut Waidi yang berhasil menyarangkan satu gol ke gawang Malaysia di partai final yang berlangsung seru dan menegangkan.

5. SEA Games 1991: Untuk kedua kalinya timnas sepakbola Indonesia berhasil meraih medali emas pada ajang bergengsi antar negara Asia Tenggara yang berlangsung di Manila, Filipina. Di babak pamungkas, Indonesia mengalahkan Thailand 4-3 melalui drama adu penalti.

6. Piala Asia 1996: Untuk pertama kalinya dalam sejarah, timnas sepakbola Indonesia berhasil lolos ke piala Asia. Di laga perdana yang berlangsung di Uni Emirat Arab, tim “Merah Putih” membuat kejutan dengan menahan imbang 2-2 Kuwait, pemegang juara piala Teluk. Tidak hanya itu, striker Widodo Cahyono Putra sukses menciptakan gol cantik yang dinobatkan sebagai gol terbaik Asia 1996.

7. Piala Asia 2004: Ajang yang berlangsung di China ini merupakan kali ketiga timnas sepakbola Indonesia tampil di even bergengsi antar negara se-Asia tersebut. Di mana di ajang inilah “Pasukan Garuda” berhasil menorehkan sejarah baru, setelah mencatat kemenangan pertamanya di piala Asia dengan mengalahkan Qatar 2-1. Tim besutan pelatih Ivan Kolev (Bulgaria) sebenarnya berpeluang kembali mencatat sejarah lolos ke babak perempat-final. Sayang pada partai terakhir, Indonesia kalah 3-1 dari Bahrain.

8. Piala Tiger 2004: Meski gagal meraih juara setelah dikandaskan Singapura di babak final, timnas sepakbola Indonesia sukses melalui babak penyisihan dengan fantastis tanpa kebobolan satu gol pun di ajang ini. Yang paling mengesankan tentunya saat mengalahkan Malaysia di babak semi-final yang berlangsung seru dan dramatis. Indonesia sempat kalah 2-1 pada leg pertama di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, namun Boas Salossa dan kawan-kawan “mengamuk” di kandang Malaysia dan menang 4-1 di hadapan puluhan ribu pendukungnya.

9. Piala Asia 2007: Timnas sepakbola Indonesia meraih kemenangan keduanya di ajang piala Asia ketika mengalahkan Bahrain 2-1, tim yang pernah menyingkirkan Indonesia di even yang sama beberapa tahun lalu. Di ajang ini pula, striker Elie Aiboy mencetak gol indah ke gawang Arab Saudi yang membuat publik sepakbola nasional tersentak dan membanjiri stadion utama. Sayang tim yang kala itu di nahkodai pelatih asal Bulgaria Ivan Kolev, gagal lolos ke babak kedua, setelah dikalahkan tim kuat Korea Selatan 1-0 di laga terakhir penyisihan grup.

10. Piala Kemerdekaan 2008: Meski tampil sebagai juara setelah Libya, yang sedang unggul sementara 1-0, menolak melanjutkan permainan di final. Tapi hasil yang diperoleh timnas sepakbola Indonesia di ajang tersebut menjadi penawar duka. Maklum saja, karena Indonesia sudah cukup lama tidak mampu meraih tropi juara turnamen internasional. Indonesia terakhir tampil sebagai juara di ajang ini pada 1961 dan 1962. Terlebih karena kemenangan itu diraih di tengah kondisi sepakbola nasional sedang terpuruk, akibat krisis kepemimpinan yang melanda PSSI.

Kamis, 29 Juli 2010

timnas 1985

Indonesia di Pra Piala Dunia 1986 ( Khusus untuk Pecinta GARUDA )
Bagikan
28 Maret 2010 jam 16:33
Piala Dunia (World Cup) 2010 akan digelar di Afrika Selatan, 11 Juni – 11 Juli 2010 mendatang. Dalam sejarahnya, apakah tim nasional (timnas) Indonesia pernah berlaga di putaran final Piala Dunia?

Terlepas dari itu, dalam kesempatan kali ini, NMR akan bercerita tentang timnas Indonesia yang berjuang di Pra Piala Dunia (Pre World Cup) 1986 yang digelar pada tahun 1985. Dalam masa dan event inilah yang dianggap oleh masyarakat pencinta sepak bola Indonesia sebagai era generasi emas timnas Indonesia di arena (Pra) Piala Dunia.

isah berawal pada tahun 1984 ketika PSSI membentuk tiga timnas, dua di antaranya adalah timnas Indonesia Galatama (dikenal dengan nama timnas PPD) dan timnas Indonesia Perserikatan. Maklum, setahun ke depan (1985), Indonesia akan menghadapi dua event besar yaitu Pra Piala Dunia 1986 dan SEA Games XIII/1985. Pada masa ini, event SEA Games (Asian Games dan Olympic Games) belum menerapkan para pemain U-23 plus. Selain kedua timnas itu, PSSI pun membentuk timnas Indonesia ABRI yang dipersiapkan untuk turnamen persahabatan Piala Malindo (Malaysia-Indonesia).

Pada masa ini, timnas Indonesia yang “beruntung” pada Pra Piala Dunia 1986 ialah timnas Indonesia Galatama. Sementara timnas Indonesia Perserikatan dikirim ke Pesta Sukan I/1985 di Brunei Darussalam (peringkat ke-4) dan SEA Games XIII/1985 di Thailand (peringkat ke-4).

Meskipun berlabel timnas Indonesia Galatama, sesungguhnya timnas PPD 1986 itu tidak “murni” Galatama karena kenyataannya ada tambahan yaitu tiga pemain (Hermansyah, Marzuki Nyakmad, dan Sain Irmis) yang dipinjam dari timnas Indonesia Garuda (timnas Indonesia U-23) dan satu-satunya pemain kompetisi Perserikatan (Adolf Kabo dari Perseman Manokwari).

Berikut ini adalah ke-24 pemain timnas PPD 1986 yang diasuh Benny Mulyono (manajer), Sinyo Aliandu (pelatih), dan Salmon Nasution (asisten pelatih): Donny Latuperissa, Ferel Raymond Hattu (NIAC Mitra), Haryanto (eks UMS ’80), Elly Idris, Rully Nere, Zulkarnaen Lubis, Bambang Nurdiansyah, Herry Kiswanto, Ristomoyo, Syafrudin Fabanyo, M. John (Yanita Utama), Yusuf Bachtiar, Agusman Riyadi (Perkesa ’78), Aun Harhara, Wahyu Tanoto (Tunas Inti), Dede Sulaiman (eks Indonesia Muda), Lasdi Arman (Semen Padang), Warta Kusuma, Dudung Abdullah (Warna Agung), Tonggo Tambunan (Arseto), Hermansyah, Marzuki Nyakmad, Sain Irmis (timnas Indonesia Garuda), dan Adolf Kabo (Perseman).

Dalam perkembangannya, PSSI menambah para pemain baru yaitu para pemain dari Indonesia Garuda (Budiawan, Patar Tambunan, Azhary Rangkuty, Anjar Rachmulyono, dan Hengky Siegers), serta Noach Merriem (Galasiswa), Didik Darmadi (Persija), dan Suliyanto (Warna Agung).

Dalam perkembangannya pula, ada pemain yang bertahan, tetapi ada juga pemain yang dicoret. Mereka adalah Syafrudin Fabanyo, Dudung Abdullah, Tonggo Tambunan, Budiawan, Azhary Rangkuty, Hengky Siegers, dan Suliyanto.

Lalu, bagaimana dengan pertandingannya? Inilah hasilnya.

15/03/1985: Indonesia vs Thailand 1-0 (Dede Sulaiman 84)
18/03/1985: Indonesia vs Bangladesh 2-0 (Bambang Nurdiansyah 48 penalti, Dede Sulaiman 58)
22/03/1985: Indonesia vs India 2-1 (Bambang Nurdiansyah 42, 49; Krishanu Dey 34)
29/03/1985: Thailand vs Indonesia 0-1 (Herry Kiswanto 25)
02/04/1985: Bangladesh vs Indonesia 2-1 (Kaisar Hamid 75, Azmat Ali 83; Bambang Nurdiansyah 10 penalti)
06/04/1985: India vs Indonesia 1-1 (Narinder Thapa 87; Dede Sulaiman 20)

21/07/1985: Korea Selatan vs Indonesia 2-0
30/07/1985: Indonesia vs Korea Selatan 1-4 (Dede Sulaiman)

UU RI NO.23 TAHUN 1997

Undang Undang No. 23 Tahun 1997
Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup


Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor : 23 TAHUN 1997 (23/1997)
Tanggal : 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA)
Sumber : LN 1997/68; TLN NO.3699




DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,



Menimbang:

a. bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia dan rahmat Tuhan
Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang
bagi kehidupan dalam segala aspek dan matranya sesuai dengan
Wawasan Nusantara;

b. bahwa dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk
memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam Undang-
Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup
berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan
kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan
memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa
depan;

c. bahwa dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup
untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan
hidup yang serasi, selaras, dan seimbang guna menunjang
terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup;

d. bahwa penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup
harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat
kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta
perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan lingkungan
hidup;
e. bahwa kesadaran dan kehidupan masyarakat dalam kaitannya dengan
pengelolaan lingkungan hidup telah berkembang demikian rupa
sehingga pokok materi sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215) perlu disempurnakan untuk
mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup;

f. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut pada huruf a, b, c, d, dan
e di atas perlu ditetapkan Undang-undang tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup;


Mengingat:

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang
Dasar 1945;


Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA


MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.




BAB I
KETENTUAN UMUM



Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain;
2. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup;
3. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup
adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan
hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk
menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa
kini dan generasi masa depan;
4. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan
kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam
membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan
hidup;
5. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk
memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup;
6. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain;
7. Pelestarian daya dukung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya
untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan
perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu
kegiatan, agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan
makhluk hidup lain;
8. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk
atau dimasukkan ke dalamnya;
9. Pelestarian daya tampung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya
untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat,
energi, dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya;
10. Sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber
daya manusia, sumber daya alam, baik hayati maupun nonhayati, dan
sumber daya buatan;
11. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk
hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber
daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup;
12. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak
dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya;
13. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas
perubahan sifat fisik dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat
ditenggang;
14. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan
perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau
hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi
dalam menunjang pembangunan berkelanjutan;
15. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam
tak terbaharui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbaharui untuk menjamin kesinambungan
ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
nilai serta keanekaragamannya;
16 Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan;
17. Bahan berbahaya dan beracun adalah setiap bahan yang karena sifat
atau konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup
lain;
18. Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah sisa usaha dan/atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang
karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau
merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lain;
19. Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau
lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup;
20. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada
lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau
kegiatan;
21. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai
dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan;
22. Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok orang yang terbentuk
atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat yang
tujuan dan kegiatannya di bidang lingkungan hidup;
23. Audit lingkungan hidup adalah suatu proses evaluasi yang dilakukan
oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk menilai tingkat
ketaatan terhadap persyaratan hukum yang berlaku dan/atau
kebijaksanaan dan standar yang ditetapkan oleh penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan;
24. Orang adalah orang perseorangan, dan/atau kelompok orang,
dan/atau badan hukum;
25. Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan
hidup.


Pasal 2

Ruang lingkup lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang, tempat Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berWawasan Nusantara dalam
melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksinya.

BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN SASARAN


Pasal 3

Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung
jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk
mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.


Pasal 4

Sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah :
a. tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara
manusia dan lingkungan hidup;
b. terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang
memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup;
c. terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa
depan;
d. tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;
f. terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak
usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.




BAB III
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT


Pasal 5

(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat.

(2) Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang
berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup.

(3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka
pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 6

(1) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan
hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan
perusakan.

(2) Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban
memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan
lingkungan hidup.


Pasal 7

(1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya
untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

(2) Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1) di atas, dilakukan dengan cara:
(1) meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan
kemitraan;
(2) menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan
masyarakat;
(3) menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk
melakukan pengawasan sosial;
(4) memberikan saran pendapat;
(5) menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan.




BAB IV
WEWENANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP


Pasal 8

(1) Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya
ditentukan oleh Pemerintah.

(2) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Pemerintah:
a. mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka
pengelolaan lingkungan hidup;
b. mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan
lingkungan hidup, dan pemanfaatan kembali sumber daya alam,
termasuk sumber daya genetika;
c. mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang
dan/atau subjek hukum lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan, termasuk
sumber daya genetika;
d. mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial;
e. mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi
lingkungan hidup sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 9

(1) Pemerintah menetapkan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan
lingkungan hidup dan penataan ruang dengan tetap memperhatikan
nilai-nilai agama, adat istiadat, dan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat.

(2) Pengelolaan lingkungan hidup, dilaksanakan secara terpadu oleh
instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab
masing-masing, masyarakat, serta pelaku pembangunan lain dengan
memperhatikan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan
kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup.

(3) Pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dengan
penataan ruang, perlindungan sumber daya alam non hayati,
perlindungan sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, keanekaragaman hayati dan
perubahan iklim.

(4) Keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional
pengelolaan lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dikoordinasi oleh Menteri.


Pasal 10

Dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah berkewajiban:
(1) mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan
kesadaran dan tanggung jawab para pengambil keputusan dalam
pengelolaan lingkungan hidup;

(2) mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan
kesadaran akan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam
pengelolaan lingkungan hidup;
(3) mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan
kemitraan antara masyarakat, dunia usaha dan Pemerintah dalam
upaya pelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

(4) mengembangkan dan menerapkan kebijaksanaan nasional pengelolaan
lingkungan hidup yang menjamin terpeliharanya daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup;

(5) mengembangkan dan menerapkan perangkat yang bersifat preemtif,
preventif, dan proaktif dalam upaya pencegahan penurunan daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

(6) memanfaatkan dan mengembangkan teknologi yang akrab lingkungan
hidup;

(7) menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang
lingkungan hidup;

(8) menyediakan informasi lingkungan hidup dan menyebarluaskannya
kepada masyarakat;

(9) memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang berjasa di
bidang lingkungan hidup.


Pasal 11


(1) Pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat nasional dilaksanakan
secara terpadu oleh perangkat kelembagaan yang dikoordinasi oleh
Menteri.

(2) Ketentuan mengenai tugas, fungsi, wewenang dan susunan organisasi
serta tata kerja kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.


Pasal 12

(1) Untuk mewujudkan keterpaduan dan keserasian pelaksanaan
kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup,
Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan dapat:
a. melimpahkan wewenang tertentu pengelolaan lingkungan hidup
kepada perangkat di wilayah;
b. mengikutsertakan peran Pemerintah Daerah untuk membantu
Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan
hidup di daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan peraturan perundang-undangan.


Pasal 13

(1) Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah
dapat menyerahkan sebagian urusan kepada Pemerintah Daerah
menjadi urusan rumah tangganya.

(2) Penyerahan urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.



BAB V
PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP


Pasal 14

(1) Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha
dan/atau kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.

(2) Ketentuan mengenai baku mutu lingkungan hidup, pencegahan dan
penanggulangan pencemaran serta pemulihan daya tampungnya
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Ketentuan mengenai kriteria baku kerusakan lingkungan hidup,
pencegahan dan penanggulangan kerusakan serta pemulihan daya
dukungnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 15

(1) Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup,
wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup.

(2) Ketentuan tentang rencana usaha dan/atau kegiatan yang
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta tata cara penyusunan dan
penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 16

(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan
pengelolaan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan.

(2) Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat menyerahkan pengelolaan limbah tersebut kepada
pihak lain.

(3) Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.


Pasal 17

(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan
pengelolaan bahan berbahaya dan beracun.

(2) Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun meliputi: menghasilkan,
mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan/atau
membuang.

(3) Ketentuan mengenai pengelolaan bahan berbahaya dan beracun diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.




BAB VI
PERSYARATAN PENAATAN LINGKUNGAN HIDUP

Bagian Pertama Perizinan


Pasal 18

(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai
dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha
dan/atau kegiatan.

(2) Izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

(3) Dalam izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan
persyaratan dan kewajiban untuk melakukan upaya pengendalian
dampak lingkungan hidup.
Pasal 19

(1) Dalam menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib
diperhatikan:
a. rencana tata ruang;
b. pendapat masyarakat;
c. pertimbangan dan rekomendasi pejabat yang berwenang yang
berkaitan dengan usaha dan/atau kegiatan tersebut.

(2) Keputusan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib diumumkan.


Pasal 20

(1) Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan
pembuangan limbah ke media lingkungan hidup.

(2) Setiap orang dilarang membuang limbah yang berasal dari luar
wilayah Indonesia ke media lingkungan hidup Indonesia.

(3) Kewenangan menerbitkan atau menolak permohonan izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada pada Menteri.

(4) Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi pembuangan
yang ditetapkan oleh Menteri.

(5) Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan peraturan
perundang-undangan.


Pasal 21

Setiap orang dilarang melakukan impor limbah bahan berbahaya dan
beracun.


Bagian Kedua Pengawasan


Pasal 22

(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap penaatan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
(2) Untuk melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Menteri dapat menetapkan pejabat yang berwenang melakukan
pengawasan.

(3) Dalam hal wewenang pengawasan diserahkan kepada Pemerintah
Daerah, Kepala Daerah menetapkan pejabat yang berwenang
melakukan pengawasan.


Pasal 23

Pengendalian dampak lingkungan hidup sebagai alat pengawasan dilakukan
oleh suatu lembaga yang dibentuk khusus untuk itu oleh Pemerintah.


Pasal 24

(1) Untuk melaksanakan tugasnya, pengawas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 berwenang melakukan pemantauan, meminta
keterangan, membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat
catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, mengambil
contoh, memeriksa peralatan, memeriksa instalasi dan/atau alat
transportasi, serta meminta keterangan dari pihak yang
bertanggungjawab atas usaha dan/atau kegiatan.

(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi permintaan
petugas pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

(3) Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda
pengenal serta wajib memperhatikan situasi dan kondisi tempat
pengawasan tersebut.


Bagian Ketiga Sanksi Administrasi


Pasal 25

(1) Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I berwenang melakukan paksaan
pemerintahan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran, serta
menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran,
melakukan tindakan penyelamatan, penanggulangan, dan/atau
pemulihan atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan, kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-undang.
(2) Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diserahkan
kepada Bupati/Walikotamadya/Kepala Daerah Tingkat II dengan
Peraturan Daerah Tingkat I.

(3) Pihak ketiga yang berkepentingan berhak mengajukan permohonan
kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan paksaan
pemerintahan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

(4) Paksaan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), didahului dengan surat perintah dari pejabat yang berwenang.

(5) Tindakan penyelamatan, penanggulangan dan/atau pemulihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diganti dengan
pembayaran sejumlah uang tertentu.


Pasal 26

(1) Tata cara penetapan beban biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 ayat (1) dan ayat (5) serta penagihannya ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan.

(2) Dalam hal peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) belum dibentuk, pelaksanaannya menggunakan upaya
hukum menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 27

(1) Pelanggaran tertentu dapat dijatuhi sanksi berupa pencabutan izin
usaha dan/atau kegiatan.

(2) Kepala Daerah dapat mengajukan usul untuk mencabut izin usaha
dan/atau kegiatan kepada pejabat yang berwenang.

(3) Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan kepada
pejabat yang berwenang untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan
karena merugikan kepentingannya.


Bagian Keempat Audit Lingkungan Hidup


Pasal 28

Dalam rangka peningkatan kinerja usaha dan/atau kegiatan, Pemerintah
mendorong penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan
audit lingkungan hidup.

Pasal 29

(1) Menteri berwenang memerintahkan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup apabila
yang bersangkutan menunjukkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan
yang diatur dalam Undang-undang ini.

(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang diperintahkan untuk
melakukan audit lingkungan hidup wajib melaksanakan perintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak
melaksanakan perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri
dapat melaksanakan atau menugaskan pihak ketiga untuk
melaksanakan audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan.

(4) Jumlah beban biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
oleh Menteri.

(5) Menteri mengumumkan hasil audit lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).




BAB VII
PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP

Bagian Pertama Umum


Pasal 30

(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui
pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela
para pihak yang bersengketa.

(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup
sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.

(3) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup di
luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau
para pihak yang bersengketa.



Bagian Kedua Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup
di Luar Pengadilan


Pasal 31

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan diselenggarakan
untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi
dan/atau mengenai tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terjadinya
atau terulangnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.


Pasal 32

Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dapat digunakan jasa pihak ketiga,
baik yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan maupun yang
memiliki kewenangan mengambil keputusan, untuk membantu
menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.


Pasal 33

(1) Pemerintah dan/atau masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia
jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat
bebas dan tidak berpihak.

(2) Ketentuan mengenai penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa
lingkungan hidup diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Ketiga Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup
Melalui Pengadilan

Paragraf 1: Ganti Rugi


Pasal 34

(1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang
lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan
tindakan tertentu.

(2) Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang
paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu
tersebut.


Paragraf 2 :Tanggung Jawab Mutlak


Pasal 35

(1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan
kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun,
dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun,
bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan,
dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika
pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup.

(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat dibebaskan dari
kewajiban membayar ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup disebabkan salah satu alasan di
bawah ini:

a. adanya bencana alam atau peperangan; atau
b. adanya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia; atau
c. adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

(3) Dalam hal terjadi kerugian yang disebabkan oleh pihak ketiga
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, pihak ketiga
bertanggung jawab membayar ganti rugi.


Paragraf 3 : Daluwarsa untuk Pengajuan Gugatan

Pasal 36

(1) Tenggang daluwarsa hak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan
mengikuti tenggang waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan
Hukum Acara Perdata yang berlaku, dan dihitung sejak saat korban
mengetahui adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup.
(2) Ketentuan mengenai tenggang daluwarsa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak berlaku terhadap pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang
menggunakan bahan berbahaya dan beracun dan/atau menghasilkan
limbah bahan berbahaya dan beracun.


Paragraf 4 : Hak Masyarakat dan Organisasi Lingkungan Hidup
Untuk Mengajukan Gugatan


Pasal 37

(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan
dan/atau melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah
lingkungan hidup yang merugikan perikehidupan masyarakat.

(2) Jika diketahui bahwa masyarakat menderita karena akibat
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup sedemikian rupa
sehingga mempengaruhi perikehidupan pokok masyarakat, maka
instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan
hidup dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.

(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 38

(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan lingkungan
hidup sesuai dengan pola kemitraan, organisasi lingkungan hidup
berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi
lingkungan hidup.

(2) Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terbatas pada tuntutan untuk hak melakukan tindakan tertentu tanpa
adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.

(3) Organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila memenuhi persyaratan :
a. berbentuk badan hukum atau yayasan;
b. dalam anggaran dasar organisasi lingkungan hidup yang
bersangkutan menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan
didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan
pelestarian fungsi lingkungan hidup;
c. telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
Pasal 39

Tata cara pengajuan gugatan dalam masalah lingkungan hidup oleh orang,
masyarakat, dan/atau organisasi lingkungan hidup mengacu pada Hukum
Acara Perdata yang berlaku.




BAB VIII
PENYIDIKAN


Pasal 40

(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengelolaan
lingkungan hidup, diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana
yang berlaku.

(2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berwenang :
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang
lingkungan hidup;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum
yang diduga melakukan tindak pidana di bidang lingkungan
hidup;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan
hukum sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang
lingkungan hidup;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan
dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang
lingkungan hidup;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga
terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lain
serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil
pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak
pidana di bidang lingkungan hidup;
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang lingkungan hidup.

(3) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil
penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum
melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

(5) Penyidikan tindak pidana lingkungan hidup di perairan Indonesia dan
Zona Ekonomi Ekslusif dilakukan oleh penyidik menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.



BAB IX
KETENTUAN PIDANA

Pasal 41

(1) Barang siapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan
perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh
tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).

(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana
diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun dan
denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta
rupiah).


Pasal 42

(1) Barang siapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup,
diancam dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda
paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).


Pasal 43

(1) Barang siapa yang dengan melanggar ketentuan perundang-undangan
yang berlaku, sengaja melepaskan atau membuang zat, energi,
dan/atau komponen lain yang berbahaya atau beracun masuk di atas
atau ke dalam tanah, ke dalam udara atau ke dalam air permukaan, melakukan impor, ekspor, memperdagangkan, mengangkut,
menyimpan bahan tersebut, menjalankan instalasi yang berbahaya,
padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa
perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum
atau nyawa orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama
enam tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah).

(2) Diancam dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), barang siapa yang dengan sengaja
memberikan informasi palsu atau menghilangkan atau
menyembunyikan atau merusak informasi yang diperlukan dalam
kaitannya dengan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa
perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum
atau nyawa orang lain.

(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun dan
denda paling banyak Rp450.000.000,00 (empat ratus lima puluh juta
rupiah).


Pasal 44

(1) Barang siapa yang dengan melanggar ketentuan perundang-undangan
yang berlaku, karena kealpaannya melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43, diancam dengan pidana penjara paling lama
tiga tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).

(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda
paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).


Pasal 45

Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau
atas nama suatu badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau
organisasi lain, ancaman pidana denda diperberat dengan sepertiga.


Pasal 46

(1) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan
oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan
atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana
serta tindakan tata tertib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
dijatuhkan baik terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan,
yayasan atau organisasi lain tersebut maupun terhadap mereka yang
memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang
bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu atau terhadap
kedua-duanya.

(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini, dilakukan
oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan
atau organisasi lain, dan dilakukan oleh orang-orang, baik berdasar
hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, yang bertindak
dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan
atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana
dijatuhkan terhadap mereka yang memberi perintah atau yang
bertindak sebagai pemimpin tanpa mengingat apakah orang-orang
tersebut, baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan
lain, melakukan tindak pidana secara sendiri atau bersama-sama.

(3) Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan,
perserikatan atau organisasi lain, panggilan untuk menghadap dan
penyerahan surat-surat panggilan itu ditujukan kepada pengurus di
tempat tinggal mereka, atau di tempat pengurus melakukan pekerjaan
yang tetap.

(4) Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan,
perserikatan, yayasan atau organisasi lain, yang pada saat penuntutan
diwakili oleh bukan pengurus, hakim dapat memerintahkan supaya
pengurus menghadap sendiri di pengadilan.


Pasal 47

Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana dan Undang-undang ini, terhadap pelaku tindak pidana
lingkungan hidup dapat pula dikenakan tindakan tata tertib berupa:
(1) perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau
(2) penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan; dan/atau
(3) perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau
(4) mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
(5) meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
(6) menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama tiga
tahun.

Pasal 48

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini adalah kejahatan.




BAB X
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 49

(1) Selambat-lambatnya lima tahun sejak diundangkannya Undang-
undang ini setiap usaha dan/atau kegiatan yang telah memiliki izin,
wajib menyesuaikan menurut persyaratan berdasarkan Undang-
undang ini.

(2) Sejak diundangkannya Undang-undang ini dilarang menerbitkan izin
usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan limbah bahan berbahaya
dan beracun yang diimpor.




BAB XI
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 50

Pada saat berlakunya Undang-undang ini semua peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup yang telah
ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti
berdasarkan Undang-undang ini.


Pasal 51

Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 4
Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3215) dinyatakan tidak berlaku lagi.



Pasal 52

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.



Disahkan di Jakarta
pada tanggal 19 September 1997
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 September 1997
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd.

MOERDIONO



PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP



I. UMUM

(1) Lingkungan hidup Indonesia yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha
Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan karunia dan
rahmatNya yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya
agar dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat
dan bangsa Indonesia serta makhluk hidup lainnya demi kelangsungan
dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri.
Pancasila, sebagai dasar dan falsafah negara, merupakan kesatuan
yang bulat dan utuh yang memberikan keyakinan kepada rakyat dan
bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai jika
didasarkan atas keselarasan, keserasian, dan keseimbangan, baik
dalam hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa maupun manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia
sebagai pribadi, dalam rangka mencapai kemajuan lahir dan
kebahagiaan batin. Antara manusia, masyarakat, dan lingkungan
hidup terdapat hubungan timbal balik, yang selalu harus dibina dan
dikembangkan agar dapat tetap dalam keselarasan, keserasian, dan
keseimbangan yang dinamis.
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional
mewajibkan agar sumber daya alam dipergunakan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat.
Kemakmuran rakyat tersebut haruslah dapat dinikmati generasi masa
kini dan generasi masa depan secara berkelanjutan.
Pembangunan sebagai upaya sadar dalam mengolah dan
memanfaatkan sumber daya alam untuk meningkatkan kemakmuran
rakyat, baik untuk mencapai kemakmuran lahir maupun untuk
mencapai kepuasan batin. Oleh karena itu, penggunaan sumber daya
alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan
hidup.

(2) Lingkungan hidup dalam pengertian ekologi tidak mengenal batas
wilayah, baik wilayah negara maupun wilayah administratif. Akan
tetapi, lingkungan hidup yang berkaitan dengan pengelolaan harus
jelas batas wilayah wewenang pengelolaannya. Lingkungan yang
dimaksud adalah lingkungan hidup Indonesia.
Secara hukum, lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang tempat
negara Republik Indonesia melaksanakan kedaulatan dan hak
berdaulat serta yurisdiksinya. Dalam hal ini lingkungan hidup
Indonesia tidak lain adalah wilayah, yang menempati posisi silang
antara dua benua dan dua samudera dengan iklim tropis dan cuaca
serta musim yang memberikan kondisi alam dan kedudukan dengan
peranan strategis yang tinggi nilainya sebagai tempat rakyat dan
bangsa Indonesia menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara dalam segala aspeknya. Dengan demikian,
wawasan dalam menyelenggarakan pengelolaan lingkungan hidup
Indonesia adalah Wawasan Nusantara.

(3) Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu ekosistem terdiri atas
berbagai subsistem, yang mempunyai aspek sosial, budaya, ekonomi,
dan geografi dengan corak ragam yang berbeda yang mengakibatkan
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang berlainan.
Keadaan yang demikian memerlukan pembinaan dan pengembangan
lingkungan hidup yang didasarkan pada keadaan
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup akan meningkatkan
keselarasan, keserasian, dan keseimbangan subsistem, yang berarti
juga meningkatkan ketahanan subsistem itu sendiri. Dalam pada itu,
pembinaan dan pengembangan subsistem yang satu akan
mempengaruhi subsistem yang lain, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi ketahanan ekosistem secara keseluruhan. Oleh karena
itu, pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya. Untuk itu,
diperlukan suatu kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup
yang harus dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen dari pusat
sampai ke daerah.

(4) Pembangunan memanfaatkan secara terus-menerus sumber daya
alam guna meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat.
Sementara itu, ketersediaan sumber daya alam terbatas dan tidak
merata, baik dalam jumlah maupun dalam kualitas, sedangkan
permintaan akan sumber daya alam tersebut makin meningkat
sebagai akibat meningkatnya kegiatan pembangunan untuk memenuhi
kebutuhan penduduk yang makin meningkat dan beragam. Di pihak
lain, daya dukung lingkungan hidup dapat terganggu dan daya
tampung lingkungan hidup dapat menurun.
Kegiatan pembangunan yang makin meningkat mengandung risiko
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sehingga struktur dan
fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat
rusak. Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup itu akan
merupakan beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan
pemerintah harus menanggung biaya pemulihannya.
Terpeliharanya keberlanjutan fungsi lingkungan hidup merupakan
kepentingan rakyat sehingga menuntut tanggung jawab, keterbukaan,
dan peran anggota masyarakat, yang dapat disalurkan melalui orang
perseorangan, organisasi lingkungan hidup, seperti lembaga swadaya
masyarakat, kelompok masyarakat adat, dan lain-lain, untuk
memelihara dan meningkatkan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup yang menjadi tumpuan keberlanjutan pembangunan.
Pembangunan yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber
daya alam, menjadi sarana untuk mencapai keberlanjutan
pembangunan dan menjadi jaminan bagi kesejahteraan dan mutu
hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Oleh karena itu,
lingkungan hidup Indonesia harus dikelola dengan prinsip melestarikan
fungsi lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang untuk
menunjang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup bagi peningkatan kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa
kini dan generasi masa depan.

(5) Arah pembangunan jangka panjang Indonesia adalah pembangunan
ekonomi dengan bertumpukan pada pembangunan industri, yang di
antaranya memakai berbagai jenis bahan kimia dan zat radioaktif. Di
samping menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat,
industrialisasi juga menimbulkan ekses, antara lain dihasilkannya
limbah bahan berbahaya dan beracun, yang apabila dibuang ke dalam
media lingkungan hidup dapat mengancam lingkungan hidup,
kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
Secara global, ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan
kualitas hidup manusia. Pada kenyataannya, gaya hidup masyarakat
industri ditandai oleh pemakaian produk berbasis kimia telah meningkatkan produksi limbah bahan berbahaya dan beracun. Hal itu
merupakan tantangan yang besar terhadap cara pembuangan yang
aman dengan risiko yang kecil terhadap lingkungan hidup, kesehatan,
dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
Menyadari hal tersebut di atas, bahan berbahaya dan beracun beserta
limbahnya perlu dikelola dengan baik. Yang perlu diperhatikan adalah
bahwa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus bebas dari
buangan limbah bahan berbahaya dan beracun dari luar wilayah
Indonesia.

(6) Makin meningkatnya upaya pembangunan menyebabkan akan makin
meningkat dampaknya terhadap lingkungan hidup. Keadaan ini
mendorong makin diperlukannya upaya pengendalian dampak
lingkungan hidup sehingga risiko terhadap lingkungan hidup dapat
ditekan sekecil mungkin.
Upaya pengendalian dampak lingkungan hidup tidak dapat dilepaskan
dari tindakan pengawasan agar ditaatinya ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Suatu perangkat
hukum yang bersifat preventif berupa izin melakukan usaha dan/atau
kegiatan lain. Oleh karena itu, dalam izin harus dicantumkan secara
tegas syarat dan kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan lainnya. Apa yang
dikemukakan tersebut di atas menyiratkan ikut sertanya berbagai
instansi dalam pengelolaan lingkungan hidup sehingga perlu
dipertegas batas wewenang tiap-tiap instansi yang ikut serta di bidang
pengelolaan lingkungan hidup.

(7) Sesuai dengan hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
negara hukum, pengembangan sistem pengelolaan lingkungan hidup
sebagai bagian pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup harus diberi dasar hukum yang jelas, tegas, dan
menyeluruh guna menjamin kepastian hukum bagi upaya pengelolaan
lingkungan hidup. Dasar hukum itu dilandasi oleh asas hukum
lingkungan hidup dan penaatan setiap orang akan norma hukum
lingkungan hidup yang sepenuhnya berlandaskan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982
No. 12, Tambahan Lembaran Negara No. 3215) telah menandai awal
pengembangan perangkat hukum sebagai dasar bagi upaya
pengelolaan lingkungan hidup Indonesia sebagai bagian integral dari
upaya pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup. Dalam kurun waktu lebih dari satu dasawarsa sejak
diundangkannya Undang-undang tersebut, kesadaran lingkungan
hidup masyarakat telah meningkat dengan pesat, yang ditandai antara
lain oleh makin banyaknya ragam organisasi masyarakat yang
bergerak di bidang lingkungan hidup selain lembaga swadaya
masyarakat. Terlihat pula peningkatan kepeloporan masyarakat dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup sehingga masyarakat tidak hanya
sekedar berperan serta, tetapi juga mampu berperan secara nyata.
Sementara itu, permasalahan hukum lingkungan hidup yang tumbuh
dan berkembang dalam masyarakat memerlukan pengaturan dalam
bentuk hukum demi menjamin kepastian hukum. Di sisi lain,
perkembangan lingkungan global serta aspirasi internasional akan
makin mempengaruhi usaha pengelolaan lingkungan hidup Indonesia.
Dalam mencermati perkembangan keadaan tersebut, dipandang perlu
untuk menyempurnakan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-undang ini memuat norma hukum lingkungan hidup. Selain itu,
Undang-undang ini akan menjadi landasan untuk menilai dan menyesuaikan
semua peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan tentang
lingkungan hidup yang berlaku, yaitu peraturan perundang-undangan
mengenai pengairan, pertambangan dan energi, kehutanan, konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, industri, permukiman, penataan
ruang, tata guna tanah, dan lain-lain.

Peningkatan pendayagunaan berbagai ketentuan hukum, baik hukum
administrasi, hukum perdata maupun hukum pidana, dan usaha untuk
mengefektifkan penyelesaian sengketa lingkungan hidup secara alternatif,
yaitu penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan untuk
mencapai kesepakatan antarpihak yang bersengketa. Di samping itu, perlu
pula dibuka kemungkinan dilakukannya gugatan perwakilan. Dengan cara
penyelesaian
sengketa lingkungan hidup tersebut diharapkan akan meningkatkan ketaatan
masyarakat terhadap sistem nilai tentang betapa pentingnya pelestarian dan
pengembangan kemampuan lingkungan hidup dalam kehidupan manusia
masa kini dan kehidupan manusia masa depan.
Sebagai penunjang hukum administrasi, berlakunya ketentuan hukum pidana
tetap memperhatikan asas subsidiaritas, yaitu bahwa hukum pidana
hendaknya didayagunakan apabila sanksi bidang hukum lain, seperti sanksi
administrasi dan sanksi perdata, dan alternatif penyelesaian sengketa
lingkungan hidup tidak efektif dan/atau tingkat kesalahan pelaku relatif berat
dan/atau akibat perbuatannya relatif besar dan/atau perbuatannya
menimbulkan keresahan masyarakat. Dengan mengantisipasi kemungkinan
semakin munculnya tindak pidana yang dilakukan oleh suatu korporasi,
dalam Undang-undang ini diatur pula pertanggungjawaban korporasi.
Dengan demikian, semua peraturan perundang-undangan tersebut di atas
dapat terangkum dalam satu sistem hukum lingkungan hidup Indonesia.






II. PASAL DEMI PASAL


Pasal 1

Angka 1 sampai angka 25
Cukup jelas


Pasal 2
Cukup jelas


Pasal 3

Berdasarkan asas tanggung jawab negara, di satu sisi, negara menjamin
bahwa pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi
masa kini maupun generasi masa depan. Di lain sisi, negara mencegah
dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dalam wilayah
yurisdiksinya yang menimbulkan kerugian terhadap wilayah yurisdiksi
negara lain, serta melindungi negara terhadap dampak kegiatan di luar
wilayah negara. Asas keberlanjutan mengandung makna setiap orang
memikul kewajibannya dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang,
dan terhadap sesamanya dalam satu generasi. Untuk terlaksananya
kewajiban dan tanggung jawab tersebut, maka kemampuan lingkungan
hidup, harus dilestarikan. Terlestarikannya kemampuan lingkungan hidup
menjadi tumpuan terlanjutkannya pembangunan.


Pasal 4
Cukup jelas

Pasal 5

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Hak atas informasi lingkungan hidup merupakan suatu konsekuensi logis dari
hak berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berlandaskan pada
asas kerterbukaan. Hak atas informasi lingkungan hidup akan meningkatkan
nilai dan efektivitas peranserta dalam pengelolaan lingkungan hidup, di
samping akan membuka peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan
haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Informasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat
berupa data, keterangan, atau informasi lain yang berkenaan dengan
pengelolaan lingkungan hidup yang menurut sifat dan tujuannya memang terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai
dampak lingkungan hidup, laporan dan evaluasi hasil pemantauan
lingkungan hidup, baik pemantuan penaatan maupun pemantauan
perubahan kualitas lingkungan hidup, dan rencana tata ruang.

Ayat (3)
Peran sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini meliputi peran dalam proses
pengambilan keputusan, baik dengan cara mengajukan keberatan, maupun
dengar pendapat atau dengan cara lain yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan. Peran tersebut dilakukan antara lain dalam proses
penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau perumusan
kebijakan lingkungan hidup. Pelaksanaannya didasarkan pada prinsip
keterbukaan. Dengan keterbukaan dimungkinkan masyarakat ikut
memikirkan dan memberikan pandangan serta pertimbangan dalam
pengambilan keputusan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.


Pasal 6

Ayat (1)
Kewajiban setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak terlepas
dari kedudukannya sebagai anggota masyarakat mencerminkan harkat
manusia sebagai individu dan makhluk sosial. Kewajiban tersebut
mengandung makna bahwa setiap orang turut berperanserta dalam upaya
memelihara lingkungan hidup. Misalnya, peranserta dalam mengembangkan
budaya bersih lingkungan hidup, kegiatan penyuluhan dan bimbingan di
bidang lingkungan hidup.

Ayat (2)
Informasi yang benar dan akurat itu dimaksudkan untuk menilai ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan.


Pasal 7

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a
Kemandirian dan keberdayaan masyarakat merupakan prasyarat untuk
menumbuhkan kemampuan masyarakat sebagai pelaku dalam pengelolaan
lingkungan hidup bersama dengan pemerintah dan pelaku pembangunan
lainnya.

Huruf b
Meningkatnya kemampuan dan kepeloporan masyarakat akan meningkatkan
efektifitas peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup

Huruf c
Meningkatnya ketanggapsegeraan masyarakat akan semakin menurunkan
kemungkinan terjadinya dampak negatif.

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Dengan meningkatnya ketanggapsegeraan akan meningkatkan kecepatan
pemberian informasi tentang suatu masalah lingkungan hidup sehingga
dapat segera ditindak lanjuti.


Pasal 8

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Kegiatan yang mempunyai dampak sosial merupakan kegiatan yang
berpengaruh terhadap kepentingan umum, baik secara kultural maupun
secara struktural.

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas




Pasal 9

Ayat (1)
Dalam rangka penyusunan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan
hidup dan penataan ruang wajib diperhatikan secara rasional dan
proporsional potensi, aspirasi, dan kebutuhan serta nilai-nilai yang tumbuh
dan berkembang di masyarakat. Misalnya, perhatian terhadap masyarakat
adat yang hidup dan kehidupannya bertumpu pada sumber daya alam yang
terdapat di sekitarnya.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas


Pasal 10

Huruf a
Yang dimaksud dengan pengambil keputusan dalam ketentuan ini adalah
pihak-pihak yang berwenang yaitu Pemerintah, masyarakat dan pelaku
pembangunan lainnya.

Huruf b
Kegiatan ini dilakukan melalui penyuluhan, bimbingan, serta pendidikan dan
pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya
manusia.

Huruf c
Peran masyarakat dalam Pasal ini mencakup keikutsertaan, baik dalam
upaya maupun dalam proses pengambilan keputusan tentang pelestarian
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dalam rangka peran
masyarakat dikembangkan kemitraan para pelaku pengelolaan lingkungan
hidup, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat termasuk antara lain
lembaga swadaya masyarakat dan organisasi profesi keilmuan.

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan perangkat yang bersifat preemtif
adalah tindakan yang dilakukan pada tingkat pengambilan keputusan dan
perencanaan, seperti tata ruang dan analisis dampak lingkungan hidup.
Adapun preventif adalah tindakan tingkatan pelaksanaan melalui penataan baku mutu limbah dan/atau instrumen ekonomi. Proaktif adalah tindakan
pada tingkat produksi dengan menerapkan standarisasi lingkungan hidup,
seperti ISO 14000.
Perangkat pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat preemtif, preventif
dan proaktif misalnya adalah pengembangan dan penerapan teknologi akrab
lingkungan hidup, penerapan asuransi lingkungan hidup dan audit lingkungan
hidup yang dilakukan secara sukarela oleh penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan guna meningkatkan kinerja.

Huruf f sampai huruf i
Cukup jelas



Pasal 11

Ayat (1)
Lingkup pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pada dasarnya meliputi
berbagai sektor yang menjadi tanggung jawab berbagai departemen dan
instansi pemerintah. Untuk menghindari tumpang tindih wewenang dan
benturan kepentingan perlu adanya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan
simplifikasi melalui perangkat kelembagaan yang dikoordinasi oleh Menteri.

Ayat (2)
Cukup jelas


Pasal 12

Ayat (1)
Huruf a
Negara Kesatuan Republik Indonesia kaya akan keaneragaman potensi
sumber daya alam hayati dan non-hayati, karakteristik kebhinekaan budaya
masyarakat, dan aspirasi dapat menjadi modal utama pembangunan
nasional. Untuk itu guna mencapai keterpaduan dan kesatuan pola pikir, dan
gerak langkah yang menjamin terwujudnya pengelolaan lingkungan hidup
secara berdayaguna dan berhasilguna yang berlandaskan Wawasan
Nusantara, maka Pemerintah Pusat dapat menetapkan wewenang tertentu
dengan memperhatikan situasi dan kondisi daerah baik potensi alam maupun
kemampuan daerah, kepada perangkat instansi pusat yang ada di daerah
dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi.


Huruf b
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah Tingkat I dapat menugaskan
kepada Pemerintah Daerah Tingkat II untuk berperan dalam pelaksanaan
kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup sebagai tugas pembantuan. Melalui tugas pembantuan ini maka wewenang, pembiayaan, peralatan, dan
tanggung jawab tetap berada pada pemerintah yang menugaskannya.

Ayat (2)
Cukup jelas


Pasal 13

Ayat (1)
Dengan memperhatikan kemampuan, situasi dan kondisi daerah, Pemerintah
Pusat dapat menyerahkan urusan di bidang lingkungan hidup kepada daerah
menjadi wewenang, tugas, dan tanggung jawab Pemerintah Daerah
berdasarkan asas desentralisasi.

Ayat (2)
Cukup jelas


Pasal 14

Ayat (1) sampai ayat (3)
Cukup jelas


Pasal 15

Ayat (1)
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup di satu sisi merupakan bagian
studi kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan, di sisi lain merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk
mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Berdasarkan analisis
ini dapat diketahui secara lebih jelas dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup, baik dampak negatif maupun dampak positif yang akan
timbul dari usaha dan/atau kegiatan sehingga dapat dipersiapkan langkah
untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif.

Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting tersebut di
antaranya digunakan kriteria mengenai :
a besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha
dan/atau kegiatan;
b luas wilayah penyebaran dampak;
c intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena
dampak;
e sifat kumulatif dampak;
f berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.
Ayat (2)
Cukup jelas


Pasal 16

Ayat (1)
Pengelolaan limbah merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan
limbah termasuk penimbunan hasil pengolahan tersebut.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas


Pasal 17
Ayat (1)
Kewajiban untuk melakukan pengelolaan dimaksud merupakan upaya untuk
mengurangi terjadinya kemungkinan risiko terhadap lingkungan hidup
berupa terjadinya pencemaran atau perusakan lingkungan hidup, mengingat
bahan berbahaya dan beracun mempunyai potensi yang cukup besar untuk
menimbulkan efek negatif.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas


Pasal 18

Ayat (1)
Contoh izin yang dimaksud antara lain izin kuasa pertambangan untuk usaha
di bidang pertambangan, atau izin usaha industri untuk usaha di bidang
industri.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan harus ditegaskan kewajiban
yang berkenaan dengan penaatan terhadap ketentuan mengenai pengelolaan
lingkungan hidup yang harus dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan dalam melaksanakan usaha dan/atau kegiatannya. Bagi usaha dan/atau kegiatan yang diwajibkan untuk membuat atau
melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan hidup, maka rencana
pengelolaan dan rencana pemantauan lingkungan hidup yang wajib
dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan harus
dicantumkan dan dirumuskan dengan jelas dalam izin melakukan usaha
dan/atau kegiatan. Misalnya kewajiban untuk mengolah limbah, syarat mutu
limbah yang boleh dibuang ke dalam media lingkungan hidup, dan kewajiban
yang berkaitan dengan pembuangan limbah, seperti kewajiban melakukan
swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau tersebut
kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak
lingkungan hidup. Apabila suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku diwajibkan melaksanakan
analisis dampak lingkungan hidup, maka persetujuan atas analisis mengenai
dampak lingkungan hidup tersebut harus diajukan bersama dengan
permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.


Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Pengumuman izin melakukan usaha dan/atau kegiatan merupakan
pelaksanaan atas keterbukaan pemerintahan. Pengumuman izin melakukan
usaha dan/atau kegiatan tersebut memungkinkan peranserta masyarakat
khususnya yang belum menggunakan kesempatan dalam prosedur
keberatan, dengar pendapat, dan lain-lain dalam proses pengambilan
keputusan izin.


Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Suatu usaha dan/atau kegiatan akan menghasilkan limbah. Pada
umumnya limbah ini harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke
media lingkungan hidup sehingga tidak menimbulkan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup. Dalam hal tertentu, limbah
yang dihasilkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan itu dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku suatu produk. Namun dari proses
pemanfaatan tersebut akan menghasilkan limbah, sebagai residu yang
tidak dapat dimanfaatkan kembali, yang akan dibuang ke media
lingkungan hidup.
Pembuangan (dumping) sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah
pembuangan limbah sebagai residu suatu usaha dan/atau kegiatan
dan/atau bahan lain yang tidak terpakai atau daluwarsa ke dalam
media lingkungan hidup, baik tanah, air maupun udara. Pembuangan
limbah dan/atau bahan tersebut ke media lingkungan hidup akan
menimbulkan dampak terhadap ekosistem. Sehingga dengan
ketentuan Pasal ini, ditentukan bahwa pada prinsipnya pembuangan
limbah ke media lingkungan hidup merupakan hal yang dilarang,
kecuali ke media lingkungan hidup tertentu yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah.

Ayat (5)
Cukup jelas


Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Dalam hal menetapkan pejabat yang berwenang dari instansi lain
untuk melakukan pengawasan, Menteri melakukan koordinasi dengan
pimpinan instansi yang bersangkutan.

Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini merupakan pelaksanaan


Pasal 23
Cukup jelas

Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan memperhatikan situasi dan kondisi tempat
pengawasan adalah menghormati nilai dan norma yang berlaku baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis.


Pasal 25
Ayat (1) sampai ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 27

Ayat (1)
Bobot pelanggaran peraturan lingkungan hidup bisa berbeda-beda
mulai dari pelanggaran syarat administratif sampai dengan
pelanggaran yang menimbulkan korban.
Yang dimaksud dengan pelanggaran tertentu adalah
pelanggaran oleh usaha dan/atau kegiatan yang dianggap berbobot
untuk dihentikan kegiatan usahanya, misalnya telah ada warga
masyarakat yang terganggu kesehatannya akibat pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 28

Audit lingkungan hidup merupakan suatu instrumen penting bagi
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk meningkatkan efisiensi
kegiatan dan kinerjanya dalam menaati persyaratan lingkungan hidup yang
ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Dalam pengertian ini, audit
lingkungan hidup dibuat secara sukarela untuk memverifikasi ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan lingkungan hidup yang berlaku,
serta dengan kebijaksanaan dan standar yang ditetapkan secara internal oleh
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.


Pasal 29
Ayat (1) Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
Hasil audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ini
merupakan dokumen yang bersifat terbuka untuk umum, sebagai
upaya perlindungan masyarakat karena itu harus diumumkan.


Pasal 30
Ayat (1) Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk melindungi hak
keperdataan para pihak yang bersengketa.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
putusan yang berbeda mengenai satu sengketa lingkungan hidup
untuk menjamin kepastian hukum.


Pasal 31

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui perundingan di luar
pengadilan dilakukan secara sukarela oleh para pihak yang berkepentingan,
yaitu para pihak yang mengalami kerugian dan mengakibatkan kerugian,
instansi pemerintah yang terkait dengan subyek yang disengketakan, serta
dapat melibatkan pihak yang mempunyai kepedulian terhadap pengelolaan
lingkungan hidup.
Tindakan tertentu di sini dimaksudkan sebagai upaya memulihkan
fungsi lingkungan hidup dengan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat setempat.


Pasal 32

Untuk melancarkan jalannya perundingan di luar pengadilan, para
pihak yang berkepentingan dapat meminta jasa pihak ketiga netral yang
dapat berbentuk :
a. pihak ketiga netral yang tidak memiliki kewenangan mengambil
keputusan.
Pihak ketiga netral ini berfungsi sebagai pihak yang
memfasilitasi para pihak yang berkepentingan sehingga dapat
dicapai kesepakatan.
Pihak ketiga netral ini harus :
(1) disetujui oleh para pihak yang bersengketa;
(2) tidak memiliki hubungan keluarga dan/atau
hubungan kerja dengan salah satu pihak yang
bersengketa;
(3) memiliki ketrampilan untuk melakukan
perundingan atau penengahan;
(4) tidak memiliki kepentingan terhadap proses
perundingan maupun hasilnya.

b. pihak ketiga netral yang memiliki kewenangan mengambil
keputusan berfungsi sebagai arbiter, dan semua putusan arbitrase ini bersifat tetap dan mengikat para pihak yang
bersengketa.


Pasal 33

Ayat (1)
Lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup ini
dimaksudkan sebagai suatu lembaga yang mampu memperlancar
pelaksanaan mekanisme pilihan penyelesaian sengketa dengan
mendasarkan pada prinsip ketidakberpihakan dan profesionalisme.
Lembaga penyedia jasa yang dibentuk Pemerintah dimaksudkan
sebagai pelayanan publik.

Ayat (2)
Cukup jelas


Pasal 34
Ayat (1)
Ayat ini merupakan realisasi asas yang ada dalam hukum lingkungan
hidup yang disebut asas pencemar membayar. Selain diharuskan
membayar ganti rugi, pencemar dan/atau perusak lingkungan hidup
dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan hukum
tertentu, misalnya perintah untuk :
memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah
sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan;
memulihkan fungsi lingkungan hidup;
menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Ayat (2)
Pembebanan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan
pelaksanaan perintah pengadilan untuk melaksanakan tindakan
tertentu adalah demi pelestarian fungsi lingkungan hidup.


Pasal 35

Ayat (1)
Pengertian bertanggung jawab secara mutlak atau strict liability, yakni
unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai
dasar pembayaran ganti kerugian. Ketentuan ayat ini merupakan lex
specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada
umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap
pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat
ditetapkan sampai batas tertentu. Yang dimaksudkan sampai batas tertentu, adalah jika menurut
penetapan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ditentukan
keharusan asuransi bagi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan
atau telah tersedia dana lingkungan hidup.

Ayat (2)
Huruf a sampai huruf c
Cukup jelas


Ayat (3)
Yang dimaksud dengan tindakan pihak ketiga dalam ayat ini
merupakan perbuatan persaingan curang atau kesalahan yang
dilakukan Pemerintah.


Pasal 36

Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 37

Ayat (1)
Yang dimaksud hak mengajukan gugatan perwakilan pada ayat ini
adalah hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili
masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan
permasalahan, fakta hukum, dan tuntutan yang ditimbulkan karena
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas


Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Gugatan yang diajukan oleh organisasi lingkungan hidup tidak dapat
berupa tuntutan membayar ganti rugi, melainkan hanya terbatas
gugatan lain, yaitu : a. memohon kepada pengadilan agar seseorang
diperintahkan untuk melakukan tindakan hukum tertentu
yang berkaitan dengan tujuan pelestarian fungsi
lingkungan hidup;
b. menyatakan seseorang telah melakukan perbuatan
melanggar hukum karena mencemarkan atau merusak
lingkungan hidup;
c. memerintahkan seseorang yang melakukan usaha
dan/atau kegiatan untuk membuat atau memperbaiki unit
pengolah limbah.
Yang dimaksud dengan biaya atau pengeluaran riil adalah
biaya yang nyata-nyata dapat dibuktikan telah
dikeluarkan oleh organisasi lingkungan hidup.

Ayat (3)
Tidak setiap organisasi lingkungan hidup dapat mengatasnamakan
lingkungan hidup, melainkan harus memenuhi persyaratan tertentu.
Dengan adanya persyaratan sebagaimana dimaksud di atas, maka
secara selektif keberadaan organisasi lingkungan hidup diakui memiliki
ius standi untuk mengajukan gugatan atas nama lingkungan hidup ke
pengadilan, baik ke peradilan umum ataupun peradilan tata usaha
negara, tergantung pada kompetensi peradilan yang bersangkutan
dalam memeriksa dan mengadili perkara yang dimaksud.


Pasal 39
Cukup jelas

Pasal 40
Ayat (1) sampai ayat (5)
Cukup jelas


Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 42 sampai pasal 52

Cukup jelas




______________________________________