Konflik merupakan sebuah kondisi dengan mendasarkan pada dimana kedua belah pihak mengalami sebuah ketegangan, dalam kasus ini terkait dengan bentuk klaim akan hak maupun kebenaran yang dirasa dimiliki oleh satu pihak. Indonesia dan Malaysia merupakan negara tetangga yang memiliki kedekatan secara geografis dan institusional dengan bersama-sama masuk dalam organisasi ASEAN. Akan tetapi, kedekatan-kedekatan yang ada saat ini bukanlah sebuah jaminan antar negara bisa dengan mudah menjalin sebuah kerjasama maupun persahabatan yang erat kaitannya dengan harga diri bangsa dan negara. Konflik Indonesia dan Malaysia kembali menjadi sorotan bagi kedua belah pihak dengan berbagai permasalahan yang sekiranya kita sendiri belum mengerti akan sampai kapan adanya.
Kondisi pemicu munculnya sebuah kisruh antar bangsa ini diantaranya adalah terkait dengan sebuah konflik kepemilikan akan sebuah asset budaya bangsa dengan munculnya iklan pariwisata Malaysia yang menggunakan lagu Rasa Sayange ini di http://www.youtube.com/watch?v=_J-WPdBSS6c atau di website resmi pariwisata Malaysia: http://www.rasasayang.com.my/index.cfm. Orang Maluku maupun Indonesia boleh saja berbangga dengan lagu itu karena meyakini, lagu itu berasal dari Tanah Air. Namun jika ditanyakan kepada warga Malaysia, mereka juga bakal mengatakan hal yang sama. Bahkan negeri jiran itu sudah selangkah lebih maju. Mereka tidak hanya mengklaim lagu itu, tapi juga menjadikan lagu ini sebagai jingle pariwisata mereka (www.wawasandigital.com). Klaim antar kedua negara ini berlanjut berupa kesenian Reog Ponorogo yang telah mengakar pada kebudayaan masyarakat Jawa Timur ini. Pemerintah Malaysia mengklaim bahwa kesenian Reog Ponorogo merupakan kebudayaan asli negaranya. Dalihnya adalahnya seni Barongan yaitu jenis kesenian Melayu harus dilindungi (www.indosiar.com). Permasalahan yang merebak selanjutnya hingga permasalahan Tari Pendet yang kembali dimasukan dalam iklan pariwisata Malaysia yang konon kabarnya merupakan ulah pihak swasta tanpa diketahui pemerintah Malaysia.
Permasalahan ambalat merupakan perseteruan yang selalu mengobarkan nasionalisme dalam negeri Indonesia sendiri. Ambalat sebagai kepulauan yang masuk dalam territorial negara Indonesia kembali diklaim oleh Malaysia. Menurut data Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut, dari Januari hingga April 2009 telah terjadi sembilan kali pelanggaran kedaulatan yang dilakukan militer maupun polisi Malaysia di perairan Kalimantan Timur (http//idsps.org). Menurut catatan yang lain bahwa Malaysia kerap melanggar aturan batas laut dengan Indonesia. Tercatat, sudah lebih dari sepuluh kali sejak tahun 2005 hingga saat ini, kapal milik tentara Malaysia memasuki wilayah Indonesia (www.okezone.com). Pada kondisi yang lainnya adalah permasalahan TKI yang diklaim sebagai pahlawan devisa bagi negara Indonesia ini. Akhir-akhir ini permasalahan TKI kembali mencuat di permukaan dengan berbagai kasus yang ada. Mulai dari kasus penyiksaanTKI, hingga tidak diberikannya hak para TKI.
Analisis Permasalahan:
Konflik Indonesia dengan Malaysia dapat dilakukan sebuah analisis akan esensi permasalahan diantaranya adalah:
1. Konflik klaim kedua negara yang terkait dengan identitas bangsa.
2. Asumsi adanya ketidakadilan akibat tindakan melakukan klaim dan penindasan akan identitas bangsa.
3. Prasangka yang terus berkembang sebagai efek akan rentetan dinamika persoalan akan kedua bangsa.
Beberapa asumsi permasalahan di atas dapat dijelaskan dengan beberapa pendekatan teori psikologi seperti halnya berikut:
1. Nasionalisme
Guetzkow (1957) menyatakan bahwa nasionalisme merupakan karakteristik yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat untuk menunjukkan rasa belongness-nya terhadap komunitas dimana mereka berada. Dasar dari kecintaan terhadap kelompok atau nasional diasumsikan secara luas dan diletakkan pada kebutuhan manusia:” Kelompok pada umumnya diatur untuk bertemu dengan kebutuhan manusia, struktur-struktur dan proses-proses mereka dibentuk oleh kebutuhan ini” (Druckman dalam Christie, Wagner dan Winter, 2001). Pada tingkat bangsa, kelompok memenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomi, sosial budaya dan politik, termasuk juga keamanan, loyalitas kelompok, dan martabat (Druckman dalam Christie, Wagner dan Winter, 2001).
Mengkaji dari contoh kasus yang telah dijabarkan di atas, maka konflik yang muncul antar kedua negara terkait dengan sikap nasionalisme. Sikap nasionalisme yang muncul merupakan sebagai reaksi atas bentuk klaim akan kekayaan intelektual maupun teritorial bangsa. Dinamika sikap nasionalisme ini tercermin sebagai rasa belongness terhadap negara atas hak sebagai kekayaan bangsa yang terkait dengan martabat bangsa.
1. 2. Social Identity Theory
Pihak-pihak terkait yang terlibat dalam konflik umumnya memperebutkan atau mempertentangkan sumber konflik salah satunya sumber daya. Salah satu teori yang dapat menjelaskan munculnya konflik terkait sumber daya ini berupa teori identitas sosial (Savitri, 2008). Tajfel dan Turner (1972) menjelaskan teori identitas sosial berupa individu cenderung mengembangkan diri dalam kelompok sosial dan menemukan identitas sosial yang positif. Identitas positif ditingkatkan dengan cara membandingkan kelompoknya dengan kelompok lain untuk membangun nilai positif yang membedakannya dengan kelompok lain. Perbandingan mengandung bias positif jika perbedaan yang ada lebih berpihak pada kelompok sendiri (Turner dan Reynolds dalam Rupert dan Brown, 2003).
Bahan acuan berdasarkan teori identitas sosial pada konflik klaim kebudayaan ini terkait dengan pengembangan sebuah identitas yang positif bagi suatu kelompok. Kebudayaan dan batas wilayah sebagai salah satu sumber daya yang memberikan sebuah nilai positif bagi kelompok yang memilikinya menjadi sebuah sumber konflik. Kebudayaan merupakan kekayaan sebuah bangsa, dengan melakukan sebuah perbandingan antar bangsa terkait dengan berbagai macam kebudayaan yang dimiliki maka klaim akan sebuah kebudayaan akan memberikan sebuah dampak positif bagi kelompoknya sehingga kelompok yang mampu memiliki kebudayaan tersebut dirasa lebih baik baik dari kelompok yang tidak mampu memilikinya.
1. Keadilan Prosedural
Keadilan prosedural terkait dengan berbagai proses dan perlakuan terhadap orang-orang yang terlibat dalam proses itu (Faturochman, 1999). Keadilan prosedural memiliki tiga syarat, yaitu proses pengambilan keputusan terdiri dari beberapa orang dengan adanya terjadi tukar informasi agar lebih akurat, menghindari sebuah dominasi, dan kesempatan mendapatkan masukan yang sama (Minton dkk dalam Faturochman, 1999).
Konflik klaim kebudayaan dan territorial dirasa adanya perlakuan ketidakadilan prosedural dari salah satu negara. Klaim bentuk kesenian oleh negara lain memunculkan pandangan bahwa adanya pengambilan kebudayaan tanpa adanya sebuah koordinasi antar sebuah negara maupun adanya pandangan dominasi yang dilakukan oleh Malaysia terhadap kebudayaan yang dirasa dimiliki oleh bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia merasa bahwa klaim Malaysia tidak menguntungkan bagi pihak bangsa Indonesia.
1. Prasangka sosial
Prasangka sosial merupakan sebuah sikap perasaan negatif yang ditujukan pada sebuah kelompok tertentu (Gerungan, 2004). Prasangka ini merupakan sebuah evaluasi yang negatif terhadap outgroup (Walgito, 2003). Blauner (1972) menerangkan bahwa konflik antar kelompok akan memunculkan sebuah perbedaan yang akan mendorong pada permusuhan antar kelompok (Dovidio, Kawakami, Beach dalam Rupert dan Brown, 2003). Kontak yang terjadi antar kelompok dapat mengarahkan pada sebuah prasangka, dimana adanya kesepakatan dalam kelompok lain diluar kelompoknya merupakan target dari prasangka itu (Dovidio, Kawakami, Beach dalam Rupert dan Brown, 2003).
Bentuk prasangka muncul sebagai efek dari perseteruan klaim kebudayaan, territorial dan permasalahan akan penyiksaan TKI yang telah terkondisikan secara berulang-ulang. Konflik akan kesemuanya antar bangsa ini akan mendorong sebuah permusuhan di dalamnya. Munculnya perasaan negatif terhadap kelompok lain di luar kelompoknya sebagai bentuk prasangka karena konflik yang terbentuk, terlihat dari mulai munculnya sebuah atribut negatif bagi kedua kelompok bangsa berupa atribut indon dan malingsia.
Resolusi Konflik:
Bentuk resolusi konflik yang memungkinkan untuk dapat mereduksi konflik antar kedua negara terkait dengan klaim kebudayaan ini dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan diantaranya adalah:
1. Mengurangi prasangka, yang diasumsikan bahwa prasangka sebagai salah satu pemicu menjadikan sebuah konflik bisa menjadi lebih kompleks atau malah menjadi lebih lebar. Proses mengurangi prasangka dalam hal ini dapat melalui media sebagai sarana informasi bagi kedua bangsa. Media sebagai alat diharapkan mampu memberikan berita yang lebih proporsional dan tidak terlalu berlebihan dalam pemberitaan.
2. Negosiasi, sebagai salah satu jalan diplomasi antar kedua negara dapat dilakukan dengan prosedur yang dilandasi dengan keadilan, kejujuran dan saling menghormati. Pelaksanaan negosiasi dalam hal ini disertai dengan upaya mencari solusi dan hasil yang terbaik dengan melakukan pembuktian-pembuktian terhadap klaim kebudayaan yang dilakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TEMEN 2 YG MAU KOMEN DI SINI AJA...!